AGAMA ARGUMEN, DAN SENTIMEN. Agama yang benar merupakan ajaran dari Allah sebagai panduan keselamatan, kemajuan, dan kebahagiaan umat manusia. Mengukur kebenaran sebuah agama, tidak bisa dilakukan dengan melihat dan menilai penganutnya, melainkan sumbernya, dalam hal ini kitab sucinya. Jika kitab sucinya benar, maka agama itu ArticlePDF AvailableAbstractAgama adalah suatu arah atau pegangan untuk menunjang manusia dalam menyelesaikan berbagai macam masalah yang ada dalam menjalani kehidupnya seperti hal nya didalam ilmu agama, sosial, politik, ekonomi dan budaya, yang terbagi atas dua fungsi yaitu agama didalam kehidupan individu dan agama dalam kehidupan bermasyarakat. Apabila seseorang tidak diberi dengan ilmu pengetahuan agama yang kental, sehingga terdapat berbagai penyimpangan sebagaimana kasus yang sering terjadi diantaranya adalah pelecehan seksual, pembunuhan, perampokan dan lain sebaginya. Oleh sebab itu penting untuk memiliki pengetahuan dan doktrin agama dalam diri seseorang. Tujuan dari peneliian ini adalah untuk mendeskripsikan kebutuhan manusia tehadap doktrin agama. Metode penelitian dalam penulisan artkel ini menggunakan metode kepustakaan. Hasil dari penelitian menunjukkan bahwa manusia memerlukan agama sebagai pedoman hidup untuk menyelesaikan berbagai masalah. Discover the world's research25+ million members160+ million publication billion citationsJoin for freeContent may be subject to copyright. AL-QALAM ISSN.print... 1858-4152 ISSN.online. 2715-5684 Homepage.. AL-QALAM Jurnal Kajian Islam & Pendidikan MANUSIA DAN KEBUTUHAN DOKTRIN AGAMA Abdul Wahid1, Ilham Panji Akbar2, Janu Annas Wijanarko3, Wawan Kurniawan Purnomo Aji4, Nurul Hikmah5 1,2,3,4,5 Institut Agama Islam Negeri Palangka Raya, Indonesia Korespondesi Penulis. E-mail wahidsamuda607 Abstrak Agama adalah suatu arah atau pegangan untuk menunjang manusia dalam menyelesaikan berbagai macam masalah yang ada dalam menjalani kehidupnya seperti hal nya didalam ilmu agama, sosial, politik, ekonomi dan budaya, yang terbagi atas dua fungsi yaitu agama didalam kehidupan individu dan agama dalam kehidupan bermasyarakat. Apabila seseorang tidak diberi dengan ilmu pengetahuan agama yang kental, sehingga terdapat berbagai penyimpangan sebagaimana kasus yang sering terjadi diantaranya adalah pelecehan seksual, pembunuhan, perampokan dan lain sebaginya. Oleh sebab itu penting untuk memiliki pengetahuan dan doktrin agama dalam diri seseorang. Tujuan dari peneliian ini adalah untuk mendeskripsikan kebutuhan manusia tehadap doktrin agama. Metode penelitian dalam penulisan artkel ini menggunakan metode kepustakaan. Hasil dari penelitian menunjukkan bahwa manusia memerlukan agama sebagai pedoman hidup untuk menyelesaikan berbagai masalah. Kata Kunci Agama, Manusia, Doktrin 1. Pendahuluan Sebagai makluk hidup dan mempunyai akal serta paling sempurna, manusia mempunyai ciri-ciri organ tubuhnya yang lengkap dan spesifik terutama memiliki otak, dan juga proses pencernaan. Adapun penjelasan terciptanya manusia sebagai makhluk hidup yang sempurna, termuat di QS. At- Tin ayat 4 yakni, “sungguh kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya”. Kholil, 2017 Manusia juga memiliki kebutuhan dalam kehidupannya, di dalam hidup manusia ada dua hal yang harus dipenuhi baik itu secara manusia sebbagai kebutuhan individu, “peranan agama dalam kesehatan mental” yang terbagi dalam 2 kebutuhan yakni kebutuhan primer dan kebutuhan sekunder. Kebutuhan Primer adalah kebutuhan yang berupa jasmaniah, contohnya makan, minum, seks dan sebagainya hal ini di dapatkan sejak lahir yang ada didalam kebutuhan primer adalah kebutuhan yang hampir semua nya berkesinambungan dengan makhluk hidup, seperti keinginan untuk makan. Dengan memiliki untuk makan maka dia harus memasukkan makanan untuk dikonsumsinya., yang menjadikannya lelah, lelah disini akibat dia kekenyangan atau lelah. Kebutuhan Sekunder adalah suatu bentuk kebutuhan Rohaniah contoh seperti berhubungan dengan sosial. Dan kebutuhan ini telah kita dapatkan sedari kita kecil. Kebutuhan sekunder terbagi menjadi 3 bagian yakni kebutuhan akan kasih sayang, kebutuhan terhadap agama, serta kebutuhan terhadap agama.Isnawati, 2016 Didalam kehidupan manusia ada peran agama yang sangat penting dan melekat didalamnya. Yang bertujuan unuk mendapakan kebahagian dan kesejahteraan hidup jasmani dan rohani. Untuk dekat dengan sang pencipta kita harus berada di jalan agama yang benar. Adapun urgensi agama untuk kehirasional untuk lebih sabar dan bisa saling meminta maaf jika terjadinya perselisihan dupan manusia sangatlah penting guna mengakses kebahagiaan dunia dan akhirat. Jadi agama sebagai pengawas dan petunjuk dalam menjalani kehidupan ini. Sebagai mana contohnya pentingnya dokrin agama di dalam kehidupan adalaha kasus pembunuhan sepasang suami istri yang di lakukan oleh teman dekatnya sendiri, yang berada di kota Palangka Raya Kalimantan Tengah. Yang di dilatarbelakangi oleh sakit hati sehingga membuat sang pelaku tega melakukan pembunuhan tersebut. Dengan adanya dokrin agama manusia seharusnya bisa untuk berpikir lebih Isnawati,2016. AL-QALAM ISSN.print... 1858-4152 ISSN.online. 2715-5684 Homepage.. AL-QALAM Jurnal Kajian Islam & Pendidikan 2. Metode Dalam penelitian dan pembuatan artikel ini kami penulis menggunakan pendekatan kualitattif metode studi kepustakaan / literature review, yang dimana untuk mengetahui beberapa literature berupa beberapa jurnal artikel penelitian dan buku-buku yang terkait pengertian manusia dan kebutuhan doktrin agama. Studi pustaka / literature review adalah suatu kegiatan yang dimana kegiatan tersebut menghimpun semua informasi dan data yang relevan dengan topik permasalahan yang diangkat dalam obyek penelitian. Dan dalam melakukan literature review ini, kami peneliti dan juga penulis dapat memanfaatkan semua data dan informasi serta pemikiran-pemikiran yang yang relevan yang telah kami temukan. Penelitian ini dilakukan dengan pencarian literature yang terdiri dari jurnal artikel dan beberapa buku buku dari 10 tahun terakhir yang menggunakan kata kunci “manusia” dan “doktrin agama”. Berdasarkan studi pustaka yang telah kami dapatkan, maka dapat kami lakukan verifikasi dan analisis terkait hal yang berhubungan dengan manusia dan doktrin agama. Sehingga dapat diperoleh sebuah hasil permasalahan yaitu pentingnya doktrin agama bagi manusia. 3. Hasil dan Pembahasan Allah SWT menciptakan manusia sebagai makhluk hidup yang memiliki dua substansi yaitu, substansi jiwa dan raga. Kedua substansi tersebut tidak bisa dipisahkan sehingga disebut makhluk yang sempurna di antara makhluk- makhluk ciptaan Allah dasarnya kedua substansi tersebut saling berkaitan dan tidak dapat terlepaskan dan manusia perlu adanya doktrin agama sebagai pedoman hidup untuk mengigatkan manusia agar supaya mengenal baik itu dirinya sendiri maupun orang lain. Pengertian Agama Secara etiminologi agama atau yang lebih dikenal pula dari kata “ad-din” yang berasal dari bahasa arab dan kata religi dari bahasa eropa. Sebagai mana yang kita ketahui juga dalam bahasa sansekerta agama memiliki arti adan gan. A “tidak”, dan gam “pergi”. Jadi dapat kita tarik benang merah yaitu tidak pergi, langgeng, tetap di tempat serta di wariskan secara turun temurun. Hikmah & Fachrurozi, 2022; Sodikin, 2003. Dengan ini bahwasanya agama ialah sebuah cara manusia untuk dapat berbakti kepada Tuhan, dengan berbaktinya kepada Tuhan sehingga didapatkan ketaatan, serta patuh dan tunduk akan kebersaranya. Musa, 2022 Adapun buah hasil dari kita tunduk patuh serta berbakti pada Tuhan yaitu mendapakan pedoman hidup guna menggapai kebahagian dunia akhirat. Asir, 2014 Menurut Mukti Ali definisi dari kata agama bersandarkan pada tiga alasan. bahwa pengalaman ialah soal subjektif, rohaniah, dan sifatnya yang suka menyendiri. Liswi, 2018 Sedangkan secara terminologi agama diartikan fenomena yang rumit untuk dijelaskan. Beberapa para ahli berpendapat bahwa agama a. Emile Durkheim berpendapat, agama selaku bentuk yang diyakini serta berkarekter pengetahuan terhadap sesuatu yang suci, lantas kepercayaan dan pengetahuan tersebut bersatu ke dalam suatu kumpulan akhlak b. Karl Mark mengartikan bahwasanya agama ialah suatu keberatan dari makhluk yang terpaksa hatinya, dan tertekan jiwanya. Beliau menyimpulkan agama sebagai kebiasaan bagi masyarakat. c. Spencer menyebutkan bahwasanya agama itu keyakinan akan adanya sesuatu yang Maha benar. d. Dewey mengatakan agama merupakan suatu bentuk eksplorasi manusia akan tujuan yang dihadapkan suatu tantangan yang membahayakan jiwanya , beliau menyimpulkan agama ialah suatu pengenalan kepada manusia terhadap kekuatan yang gaib.Hikmah & Fachrurozi, 2022 e. Endang Saefuddin Anshari mengemukakan pendapatnya bahwa agama ialah sebuah program keimanan keyakinan tentang sesuatu yang tetap diluar akal sehat manusia dan sebuah cara peribadatan kepada hal yang dianggap kuasa serta ajaran petunjuk yang mengatur manusia dengan manusia lainnya bahkan dengan alam lain.Agus Miswanto, 2012 AL-QALAM ISSN.print... 1858-4152 ISSN.online. 2715-5684 Homepage.. AL-QALAM Jurnal Kajian Islam & Pendidikan Dari pendapat diatas penulis dapat menyimpulkan maka agama ialah sebuah bentuk kepercayaan yang dimana kepercayaan itu suci dan suatu yang mutlaq, yang bertujuan untuk pengenalan terhadap kepada manusia untuk mengenal hal hal yang bersifat gaib. Doktrin agama memiliki jangkauan yang sangat luas, sumber nilai pengembangan kepribadian, paham mengenai tindakan sosial dan menjalin hubungan antar manusia. Dibelahan bumi manapun doktrin agama mengajarkan kepada seluruh pemeluknya supaya manusia berperilaku baik terhadap yang lain, manusia yang amanah, manusia yang memiliki rasa simpati, mencintai sebuah perdamaian.Irzum Farihah, 2014 Doktrin agama ditemukan didalamnya kebenaran yang sepihak atau doktrin mengakui bahwa selain ketaqwaannya adalah keliru. Doktrin yang bersifat khusus tersebut menjadi acuan iman untuk merangkul pengikutnya supaya tetap yakin dalam kepercayaan tersebut. Tidak mungkin adanya ajaran agama tanpa doktrin agama yang memiliki keyakinan yang kuat. Oleh karena itu, pengakuan tersebut dapat dimengerti sebagai bentuk keyakinan dalam ajaran agama.Mikail, 2020 Fungsi Agama Dalam Kehidupan Agama dapat bertindak sebagai pendidik, dimana agama mengajarkan mengenai aturan dan bimbingan agama bagi pengikutnya yang mana mereka wajib mengikuti dan memberikan bimbingan yang seharusnya diikuti dengan efisien. Irawan, 2022 Selaku sistem ajaran, agama sebagai panduan untuk manusia guna menyelesaikan berbagai macam permasalahan hidupnya seperti dalam ilmu agama, sosial, politik, ekonomi dan budaya. Kemudian terwujud paradigma, tujuan hidup dan tingkah laku manusia yang menuju kepada jalan Allah yang lurus. 1. Agama Dalam Kehidupan Individu Agama dalam kehidupan individu memiliki peran yakni sebagai suatu program. Program yang dimaksudkan disini yaitu norrma-norma yang berlaku inilah yang nantinya akan menjadi tolak ukur manusia untuk bersikap dan berprilaku, supaya sejalan dengan kepercayaan agama, nilai agama inilah yang nantinya akan menjadi suatu pebeda dengan agama yang lainya. Mulyadi, 2016 Dokrin agama dapat mengembangkan kepribadian seseorang yang akan menimbulkan berbagai macam masalah nantinya, masalah yang terjadi mencanggkup ruang lingkup keluarga, lingkungan, sekolah dan masyarakat sosial. Rohendi, 2012 Hal ini yang membuat manusia memerlukan agama dalam kehidupan sehari-hari sebagai berikut a. Agama sebagai sumber nilai dalam menjaga kesusilaan. Nilai-nilai kehidupan manusia yang ada terkandung didalam nilai agama. Nilai tersebut lah yang menjadi acuan dan petunjuk bagi manusia. Berfikir, bersikap, dan berprilaku adalah salah satu petunjuk agama agar sejalan yang lurus. b. Agama sebagai sarana untuk mengatasi frustasi Didalam kehidupan manusia memiliki keinginan fisik dan fisikis, kebutuhan fisik yaitu makan, pakaian, sekual, kemudian kebutuhan fisikis adalah keamanan, ketentaraman, persahabatan, penghargaan, dan kasih sayang. c. Agama sebagai sarana untuk mengatasi ketakutan Setiap manusia di dalam dirinya pasti memiliki rasa ketakutan yang dimiliki, ada dua jenis ketakutan, yaitu ketakutan tanpa objek dan ketakutan yang memiliki objek, contohnya adalah bentuk gejala malu takut akan terjadinya kecelakaan, rasa bersalah yang tinggi, dan bimbang dalam memutuskan sesuatu. d. Agama sebagai sarana untuk memuaskan rasa keingintahuan Kecerdasan kognitif dapat tercipta dengan adanya seseorang mempelajari ilmu agama, tetapi sebaliknya jika seseorang tidak mempelajari agama maka ia tidak mampu untuk menjelaskan dari mana ia berasal, kemudian apa tujuan mereka hidup, mengapa manusia ada, dan kemana manusia akan kembali. Dari semua fungsi yang telah di paparkan diatas bahwa agama didalam kehidupan bermasyarakat berf rasa frustasi yang ada didalam dirinya, untuk bisa mengatasi perasaan takut akan AL-QALAM ISSN.print... 1858-4152 ISSN.online. 2715-5684 Homepage.. AL-QALAM Jurnal Kajian Islam & Pendidikan sesuatu, dan juga sebagai penyembuh rasa ingin tahu. Dimana dengan adanya agama didalam kehidupan individu juga memiliki peranan yang sangat penting untuk bisa mengatur dirinya sendiri. 2. Fungsi Agama dalam kehidupan bermasyarakat Manusia berdasarkan sifatnya selalu menginginkan untuk beragama. Insting akan adanya keinginan untuk beragama dan memikirkan agama, hal inilah yang diungkapkan oleh para ahli sejarah. Jika ada manusia yang melanggar ketentuan agama atau bahkan ingin menghapuskan ajaran agama maka mereka menentang tujuan awal ia beragama. Zaini, 2017 Kumpulan dari beberapa individu atau yang lebih kita kenal dengan masyarakat yang tercipta karena adanya lapisan sosial. Menurut Kepusakaan Ilmi Sosial terdapat 3 jenis masyarakat antara lain ialah masyarakat majemuk, masyarakat heterogen, serta masyarakat homogen. Dalam prakteknya fungsi agama dapat kita lihat yakni sebagai a. Berfungsi edukatif Ajaran agama adalah suatu paham yang harus mereka percayai dan harus pula dipatuhi. Menyuruh dan melarang adalah fungsi agama dari segi hukum. Kedua hal ini memberikan tuntunan untuk penganutnya menjadi pribadi yang baik dan menjadi awam dengan dokrin agama yang mereka percayai. b. Berfungsi penyelamat Setiap manusia pasti ia membutuhkan jaminan akan dirinya untuk selamat. Keselamatan yang dinginkan baik itu keselamatan di dunia dan juga akhirat. Untuk menggapai hal itu para pengikutnya diberi ajaran untuk bisa mengimani kepada tuhanya. c. Berfungsi sebagai perdamaian Melewati agama seseorang bisa merasakan akan adanya rasa bersalah atau berdosa tetapi dengan adanya agama, manusia memiliki ketenangan batiniah melalui dokrin agama. Dengan melewati berbagai cara penebusan dosa maka ia maka rasa bersalah akan hilang. d. Fungsi sebagai sosial kontrol Para pengikut dokrin agama akan terkait baik selaku batin maupun kelompok kepada tuntutan ajaran agama yang dianutnya. Ajaran agama adalah pengawas bagi penganutnya baik secara sosial, individu, maupun kelompok. e. Berfungsi sebagai rasa pemupuk rasa solidaritas fungsi untuk kita mengenal nilai untuk memelihara kesusilaan, untuk manusia bisa mengatasi Para pengikut dokrin yang sama dapat menciptakan akan adanya perasaan sesuatu baik secara, psikologis, iman bahkan secara kepercayaa. Dengan adanya rasa kesamaan yang tinggi maka akan membentuk solidaritas kelompok maupun perorangan. f. Berfungsi transformatif Dengan adanya ajaran agama ini mampu membentuk kehidupan seseorang atau kelompok menjadi sejalan dengan apa yang dianutnya. Seseorang bahkan mampu untuk memulai pola hidup baru dan bisa mengubah kepatuhanya terhadap adat dan norma yang berlaku sebelumnya. g. Fungsi kreatif Didalam agama kita diajarkan untuk bermanfaat bukan untuk dirinya sendiri, akan tetapi lebih bagus lagi kita bermanfaat untuk hal layak umum. Didalam agama bukan saja kita diajak kerja secara terus menerus dalam situasi kehidupan yang sama tetapi kita dianjurkan untuk bisa melakukan perubahan untuk menemukan hal baru. h. Berfungsi sublimatif Didalam agama kita bukan saja diajarkan untuk mengkuduskan segala upaya manusia yang berasal dari akhirat tetapi juga diajarkan akan apa yang ada dunia. Didalam norma agama segala bentuk tindakan yang dilakukan selama tidak bersinggungan dengan norma agama dan di lakukan untuk hanya mengharap keridhoan Allah SWT Myadi, 2016. Dari semua fungsi yang diatas bahwa agama didalam kehidupan bermasyarakat berfungsi untuk menjadikan manusia yang edukatif, penyelamat, sebagai penengah, sebagai sosial kontrol, sebagai memupuk solidaritas, transformatif, kreatif dan sublimatif. Fungsi tersebut sangat penting dan AL-QALAM ISSN.print... 1858-4152 ISSN.online. 2715-5684 Homepage.. AL-QALAM Jurnal Kajian Islam & Pendidikan berguna untuk bisa mengatur manusia didalam kehidupan bermasyarakat yang harmoni dan tentram. Al-Qurthubi memberikan pendapat bahwa seseorang yang paham mengenai ilmu agama islam mendefinisikan ada tiga kriteria tingkatan pengetahuan tentang agama islam yakni pengetahuan tinggi ilmu tauhid, pengetahuan menengah mengenai dunia sains dan matematika, pengetahuan rendah pengetahuan konkrit. Bahwa pendidikan agama harus diprioritaskan dalam pendidikan. Rahmadania et al., 2021 Latar Belakang Perlunya Manusia Beragama Terdapat dua hal yang membuat keharusan manusia beragama. Kedua hal tersebut dapat dilihat seperti berikut 1. Fitrah manusia Pada lingkup ini terdapat diayat “al qur’an Ar-Rum ayat 30” bahwa ada kemampuan fitrah beragama yang ada dalam jiwa manusia. Dalam konteks ini dapat kita pahami bahwa seorang manusia yang mendapat pelajaran dari tuhan tentang hal apa yang tidak diketahui nya. Jiwa manusia secara takdir diciptakan oleh tuhan dengan segala kesempurnaan. Baik secara fisik, dan memahami akan adanya kebaikan yang terpercik dari ciptaanya. Liswi, 2018. Dalam pandangan islam manusia adalah suatu pemimpin yang Allah ciptakan di muka bumi. Sebagai ciptaan Tuhan, manusia memiliki sifat yang multifaset, diberi hak untuk mengatur alam ini sesuai dengan kemampuannya adalah tugas dari manusia. Dalam menjalankan tugas ini, manusia diberikan oleh Allah berupa wahyu dan mengenali kemampuan yang dimilikinya. Kemudian manusia juga ditempatkan oleh Allah diposisi yang paling mulia di antara makhluk lainnya. Kesuma, 2013 Manusia dalam pandangan islam adalah makhluk yang memiliki unsur yang sangat sempurna meliputi pada aspek fitrah jasmani, fitrah ruhani, yang dimana kedua fitrah ini saling keterkaitan dan tidak terlepas antara satu dengan yang lainya. Oleh karena itulah tumpuan kepribadian tidak hanya ada pada fitrah jasmani melainkan pada keduanya. Judrah, 2020 2. Tantangan manusia Ada aspek penting yang mempengaruhi manusia didalam memerlukan agama, dengan adanya agama kita mampu untuk menyelesaikan berbagai keadaan baik itu masalah yang terjadi dari dalam diri mapun luar. Dorongan hawa nafsu dan bisikan setan adalah tantangan dari dalam diri manusia. Sedangkan rekayasa atau upaya yang dilakukan manusia baik secara sengaja ingin memalingkan manusia dari tuhan adalah tantangan dari luar diri manusia. Didalam misi untuk menjauhkan manusia dari tuhan mereka rela mengeluarkan biaya, tenaga, dan pikiran yang diperuntukan dalam berbagai bentuk kebudayaaan yang ada. Bentuk budaya ini dapat diselipkan pada hiburan, obat obatan terlarang dan lain sebagai nya yang diperuntukan dengan sengaja pada zaman modern agama sangat memainkan peran penting dalam keberlangsungan hidup manusia. Hal yang perlu ada didalam diri manusia untuk membentengi adalah dengan cara memberikan pemahaman untuk taat menjalankan agama.Liswi, 2018 Agama menolak kekerasan sebagai prinsip dalam melakukan suatu tindakan. Dengan agama manusia dapat dikendalikan karena didalam agama sudah mengatur semuanya.Isnaini, 2017 4. Simpulan Secara etimologi atau bahasa, agama berasal dari bahasa arab kata ad-din dan kata religi dari bahasa eropa. Sedangkan secara terminologi agama diartikan fenomena kejadian yang susah untuk dijelaskan. Nah adapun daripada itu agama memiliki beberapa fungsi dan manfaat diantaranya yaitu sistem sumber nilai, agama sebagai petunjuk atau pedoman dan menolong manusia dalam menyelesaikan berbagai macam masalah dalam hidupnya seperti dalam ilmu agama, sosial, politik, ekonomi dan budaya, yang terbagi atas dua fungsi yaitu agama didalam kehidupan individu dan agama dalam kehidupan lingkup bermasyarakat. Adapun manfaat agama dalam kehidupan individu terdapat empat yaitu agama sebagai suatu sumber nilai untuk melindungi kesusilaan, agama sebagai sarana untuk menyingkirkan rasa frustasi, agama sebagai sarana untuk mengatasi ketakutan, dan yang terakhir yaitu agama sebagai sarana untuk memuaskan rasa dalam keingintauan. Sedangkan agama didalam kehidupan bermasyarakat terdapat AL-QALAM ISSN.print... 1858-4152 ISSN.online. 2715-5684 Homepage.. AL-QALAM Jurnal Kajian Islam & Pendidikan delapan fungsi yaitu sebagai fungsi edukatif/mendidik, penyelamat, perdamaian, fungsi sebagai sosial kontrol, berfungsi sebagai rasa guna memupuk rasa solidaritas, transformatif, kreatif, dan berfungsi sublimatif. Adapun yang menjadikan seorang manusia memerlukan dan semestinya memeluk suatu agama yaitu ada dua hal diantaranya fitrah manusia dan tantangan bagi manusia. Ucapan Terimakasih Kami ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang terlibat dalam pembuatan artikel ini dan kami ucapkan terima kasih sebesar besar nya kepada instansi yang sudah mendukung sepenuhnya. Daftar Pustaka Asir, A. 2014. Agama Dan Fungsinya Dalam Kehidupan Umat Manusia. Al-Ulum Jurnal Penelitian Dan Pemikiran Keislaman, 11, 57–58. Hikmah, N., & Fachrurozi, W. 2022. Metodologi Studi Islam Setria Utama Rizal ed.; 1st ed.. Grandia. Irzum Farihah. 2014. Agama Menurut Ibn Khaldun. Fikrah, 21, 187–205. Isnaini, A. 2017. Kekerasan Atas Nama Agama. Kalam, 82, 213. Isnawati. 2016. Manusia antara kebutuhan doktrin agama dan inklusivitas beragama. PROCEEDING IAIN Batusangkar, October, 447–464. Judrah, M. 2020. Fungsi-Fungsi Pendidikan Dalam Hidup Dan Kehidupan Manusia. Jurnal Al-Qalam Jurnal Kajian Islam & Pendidikan, 61, 98–111. Kesuma, G. C. 2013. Konsep Fitrah Manusia Perspektif Pendidikan Islam. Ijtimaiyya, 6, 80–94. Kholil, M. 2017. Aspek pendidikan Ruhiyah dalam Al-Qur’an. Jurnal Pigur, 21, 203–211. Liswi, H. 2018. Kebutuhan Manusia Terhadap Agama. Jurnal Ilmu Agama UIN Raden Fatah, 122, 201–223. Mulyadi. 2016. Agama dan Pengaruhnya Dalam Kehidupan. Jurnal Tarbiyah Al-Awlad, VI02, 556–564. Musa, M. M. 2022. Peran Agama dalam Perubahan Sosial. Nuansa, 142, 198–205. Myadi. 2016. Agama Dan Pengaruhnya Dalam Kehidupan. Jurnal Penelitian Dan Pengkajian Ilmu Pendidikan E-Saintika, 21, 1. Rahmadania, S., Sitika, A. J., & Darmayanti, A. 2021. Peran Pendidikan Agama Islam dalam Keluarga dan Masyarakat. Edumaspul Jurnal Pendidikan, 52, 221–226. Rohendi, E. 2012. Ajaran Agama dan Pembentukan Kepribadian. EduHumaniora Jurnal Pendidikan Dasar Kampus Cibiru, 11. Sodikin, R. A. 2003. Konsep Agama Dan Islam. Alqalam, 2097, 1. Zaini, M. 2017. Konstribusi Agama bagi Kemajuan Sosial. Substantia, 181, 81–93. ResearchGate has not been able to resolve any citations for this Abuy SodikinSebagai seperangkat aturan Tuhan yang diberikan kepada manusia untuk mendapatkan kebaikan dalam kehidupan di dunia dan akhirat, nyata jelas kalau agama begitu erat kaitannya dengan kehidupan manusia. Kuatnya hubungan agama dengan kehidupan manusia bukan berarti mereka telah sampai pada sebuah kesepakatan yang diakui bersama tentang hakikat dan definisi agama. lni terbukti dengan tidak adanya satu definisi pun yang bisa diterima secara umum untuk kata agama. Orang banyak yang mengatakan bahwa kata agama berasal dari bahasa Sansakerta yang memiliki padanan kata religion dalam bahasa Inggris, dan al-dien dalam bahasa Arab. Namun hal itu pun lagi-lagi mengandung banyak perdebatan di ini dimaksudkan unluk mendapatkan kejelasan tentang pengertian agama dan beberapa kata yang sering diidentikkan dengan kata agama, sekaligus dengan penjelasan tentang konsep dan ruang lingkupnya. Disamping itu, tulisan ini juga hendak mengelaborasi konsep Islam sebagai sebuah agama yang ternyata mengandung banyak komponen dan implikasi dalam kehidupan Kunci Agama, Akidah, Syariat, AkhlakAhmad IsnainiAgama merupakan tuntunan bagi kehidupan manusia di dunia. Tuntunan ini memuat aturan, tata cara pengabdian dan tata laku pergaulan antar sesama. Tata laku pergaulan di dalam kehidupan mendatangkan kebaikan manakala benar-benar berdasar nilai-nilai agama. Agama tidak pernah mengajarkan dan menuntun pemeluknya untuk merugikan diri sendiri, orang lain, atau pun makhluk Tuhan lainnya. Perilaku buruk apapun yang mengatasnamakan perintah agama, sebenarnya perlu dikaji ulang. Sehingga agama tidak selalu dijadikan dalih dan alasan untuk menjadikan pihak lain menderita. Kekerasan dalam perilaku dan tindakan mencerminkan keyakinan dan watak pelakunya. Hal ini muncul didasarkan pemahaman atas doktrin dan keyakinan dalam diri. Upaya memberangus pihak lain atas alasan kesalahan dan kemaksiatan, bukan cara yang mesti dilalui. Kesalahan dan kemaksiatan mestinya didekati melalui cara hikmah dan toleransi. Perbedaan cara pandang terhadap sesuatu tidak boleh menjadi dasar perilaku RohendiKepribadian seseorang pada umumnya diupengaruhi oleh dua faktor yakni faktor dari dalam dan faktor dari luar diri atau faktor lingkungan. Salah satu faktor penting tersebut adalah ajaran agama. Ajaran agama mempunyai peranan penting dalam pembentukan kepribadian individu. Ajaran agama adalah ukuran‐ukuran yang menetapkan batas‐batas boleh tidaknya atau baik buruknya cara‐cara untuk meredakan ketegangan itu. Ini berarti ajaran agama membentuk secara aktif ego dan super ego, sehingga ketentuan agama menjadi suara hati atau ego ideal qolbu, hati nurani. Dengan demikian maka jelas ajaran agama sangat berpengaruh terhadap pola sikap seseorang sebagai reaksi atas rangsangan‐rangsangan baik dari dalam maupun dari luar diri RahmadaniaAjun Junaedi SitikaAstuti DarmayantiABSTRAK Pendidikan dalam keluarga merupakan aspek penting dalam pembentukan perilaku seseorang. Pada umumnya pendidikan dalam keluarga dilakukan dengan menanamkan nilai-nilai agama, etika yang meliputi budi perkerti, cara, tingkah laku yang harus dilakukan dalam kehidupan sehari-hari. Penulisan ini bertujuan untuk mengetahui dan membahas peran pendidikan agama Islam dalam keluarga dan masyarakat. Metode penulisan ini adalah kajian kepustakaan dengan pendekatan deskriptif dan eksploratif. Dapat disimpulan bahwa peran pendidikan agama Islam merupakan 1 fondasi dalam keluarga untuk membentuk perilaku dan moral anak-anak dan mengetahui batasan baik dan buruk, 2 berfungsi untuk membentuk manusia yang percaya dan ketaqwaan kepada Allah SWT, 3 fondasi utama dan berperan dalam pendidikan moral bagi pembangunan masyarakat Indonesia seluruhnya. Kata kunci pendidikan agama Islam, keluarga, masyarakat ABSTRACT Education in the family is an important aspect to build a person's behavior. Usually the education in a family is condacted with the religious values and ethics, which consists of behavior, manners and use attitude used in everydays life. The aim of this writing is to discuss the role of religious education in the family and society. This method used library research with the descriptive and explorative approach. The conclusions are that the role of the Islamic education 1 as the foundation of religious education in a family which used to form the children’ good attitude and behavior, 2 functions as tools to convince people to the almighty of God, 3 as a foundation to build the society character for the Indonesian people to improve the nation. Key words Islamic education, family, societyMuhammad JudrahFungsi pendidikan Islam dalam kaitannya dengan hidup dan kehidupan manusia, dapat ditulusuri dari hakikat manusia sejak lahirnya yang memiliki fitrah, yakni potensi pembawaan yang menyebabkan dirinya harus terlibat dalam dunia pendidikan. Dalam pada itulah maka manusia homo aducandum makhluk yang dapat didik dan homo education mkhluk pendidik. Dengan demikian, fungsi pendidikan Islam secara totalitas adalah, untuk membangun manusia yang mampu membangun dunia dengan segala dimensinya, sesuai dengan komitemen imannya terhadap Allah swt. Selain itu, fungsi pendidikan islam dalam membina manusia dengan segala aspeknya, terutama menyangkut dimensi keimanan dan ketaqwaan harus benr-benar berwujud. Atas dasar itu, maka dalam pandangan penulis bahwa pendidikan islam secara fungsional. Dengan cara seperti ini, merupakan konsekuensi penguatan komitmen iman bagi peserta didik terhadap Allh swt. Yang kemudian dimanifestasikan dalam ketaatan beribadah kepada-NyaAgama Dan Fungsinya Dalam Kehidupan Umat ManusiaA AsirAl-UlumAsir, A. 2014. Agama Dan Fungsinya Dalam Kehidupan Umat Manusia. Al-Ulum Jurnal Penelitian Dan Pemikiran Keislaman, 11, 57-58. Fitrah Manusia Perspektif Pendidikan Islam. IjtimaiyyaG C KesumaKesuma, G. C. 2013. Konsep Fitrah Manusia Perspektif Pendidikan Islam. Ijtimaiyya, 6, pendidikan Ruhiyah dalam Al-Qur'anM KholilKholil, M. 2017. Aspek pendidikan Ruhiyah dalam Al-Qur'an. Jurnal Pigur, 21, 203-211. Manusia Terhadap AgamaH LiswiLiswi, H. 2018. Kebutuhan Manusia Terhadap Agama. Jurnal Ilmu Agama UIN Raden Fatah, 122, dan Pengaruhnya Dalam KehidupanMulyadiMulyadi. 2016. Agama dan Pengaruhnya Dalam Kehidupan. Jurnal Tarbiyah Al-Awlad, VI02, 556-564.
Olehsebab itu, buku ini berusaha mengkaji doktrin agama yang diajarkan, bagaimana doktrin itu dipahami dan diimplementasikan, faktor-faktor apa yang memengaruhinya, dan persamaan serta perbedaan apa saja yang ada pada beberapa pondok pesantren yang menjadi kajian dalam buku ini. Rp50.400,00 Rp72.000,00
447 MANUSIA ANTARA KEBUTUHAN DOKTRIN AGAMA DAN INKLUSIVITAS BERAGAMA Isnawati Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri Gajah Putih Takengon Aceh [email protected] ABSTRAK Manusia sebagai makhluk hidup, harus memenuhi kebutuhannya, baik kebutuhan jasmani maupun rohani. Manusia juga diciptakan sebagai makhluk sosial dan agama menjadi salah satu aspek yang paling sakral dalam kehidupan manusia. Karena agama lembaga kebenaran yang dapat didekati dengan aspek batiniah, sehingga melahirkan sistem kepercayaan dan respon emosional yang mengarahkannya, yang dapat dirasakan melalui mekanisme keyakinan dan kepercayaan para penganutnya. Agama memiliki kepercayaan kepada kekuatan gaib, kepercayaan kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat, bersifat emosional dan aspek kesucian dari agama itu pengakuan terhadap adanya hubungan manusia dengan kekuatan gaib yang harus dipatuhi, agama membawa peraturan-peraturan hukum, ajaran yang berupa doktrin agama dengan menjalankan ajarannya membwa kewajiban yang menjadi pegangan manusia sebagai sistem sumber nilai, berupa petunjuk, pedoman dan pendorong bagi manusia untuk memecahkan berbagai masalah hidupnya seperti dalam ilmu agama, politik, ekonomi, sosial, budaya, dan militer, sehingga terbentuk pola motivasi, nilai dan moral, tujuan hidup dan perilaku manusia yang menuju kepada keridhaanya secara inklusivitas dalam beragama. Manusia sangat memerlukan agama sebagai pegangan hidup untuk mempunyai peraturan yang mutlak berlaku bagi segenap manusia dan bangsa dalam semua tempat dan waktu. Yang memiliki peranan di lihat dari aspek keagamaan, kejiwaan, kemasyarakatan, hakekat kemanusiaan, asal usulnya dan moral. Kata Kunci manusia, kebutuhan doktrin agama, inklusifitas beragama A. Pendahuluan 1. Manusia dan Kebutuhannya M anusia sebagai makhluk hidup umumnya mempunyai ciri-ciri organ tubuhnya kompleks dan sangat khusus terutama otaknya, mengadakan metabolisme atau penyusunan dan pembongkaran zat, yakni ada zat yang masuk dan keluar, memberikan tanggapan terhadap rangsangan dari dalam dan luar, memiliki fungsi untuk berkembamg, berintraksi dengan lingkungannya, dan bergerak Maskoeri Jasin, 2015 1. Batusangkar International Conference I, 15-16 October 2016 448 Manusia juga mempunyai kebutuhan dalam kehidupannya yaitu, kebutuhan Individu, “peranan Agama dalam Kesehatan Mental” membagi kebutuhan manusia atas 2 kebutuhan pokok, yaitu Primer dan Skunder. a. Kebutuhan Primer Kebutuhan Primer yaitu berupa kebutuhan Jasmaniah seperti makan, minum, seks dan sebagainya kebutuhan ini didapat manusia semenjak lahir tanpa di pelajari. Yang dimaksud kebutuhan jasmani adalah kebutuah-kebutuhan yang seratus persen berkaitan dengan fisik manusia, seperti naluri untuk makan misalnya. Hal ini merupakan urusan fisik jasmaniyah semata, dan pada saat yang sama ia merupakan naluri. Artinya ia berkaitan dengan bangunan tubuh manusia dan lingkungan. Perasaan lapar muncul dari sejumlah syaraf pencernaan yang secara otomatis memberi sinyal ke otak manusia termasuk binatang. Untuk menghilangkan lapar ini dia harus memasukkan makanan untuk di komsumsinya. Bahkan kadang-kadang menjadi seperti lelah, akibat kekenyangan dan lelah. Demikian pula halnya dengan kebutuhan seksual, yang berkaitan dengan syahwat dan hormon-hormon tubuh serta syaraf-syaraf tertentu. Persoalan lainnya adalah masalah tidur. Jika disebabkan oleh kelelahan sel atau mengendurnya aktivitas akibat bekerja dan pengerahan tenaga, maka ia pasti memerlukan istirahat tidur. Semua ini oleh Mutrhahhari dikategorikan bagian dari naluri al-ghara’iz b. Kebutuhan Skunder Kebutuhan skunder yaitu kebutuhan Rohaniah seperti kebutuhan-kebutuhan sosial, kebutuhan ingin dicintai dan disayangi, dihargai lain sebagainya. Kebutuhan ini hanya terdapat pada manusia dan sudah dirasakan sejak manusia masih kecil. Diantara faktor yang membedakan manusia dengan binatang dan makhluk lainnya, adalah manusia dapat menyadari alam di luar dirinya. Atau dengan kata lain manusia dapat berpikir tentang sesuatu yang ada disekelilingnya. Artinya manusia merupakan makhluk yang sadar; sadar akan dirinya dan sadar akan alam di sekitarnya Zakiyah Daradjat, dkk, 155. Oleh karena itu ia mampu membangun relasi dengan segala sesuatu yang ada di luar dirinya. Hasil dari jalinan relasi ini disebut pengetahuan. Memang binatang pun memiliki pengtahuan, tetapi sifatnya dangkal, tidak Integration and Interconnection of Sciences “The Reflection of Islam Kaffah” 449 sampai menguasai secara detail, bersifat parsial, regional terbatas pada wilayah tertentu, dan tidak mampu menembus masa lalu dan akan datang Ada beberapa pembagian kebutuhan skunder yaitu sebagai berikut. 1. Kebutuhanakan rasa kasihsayang. Kebutuhan akan rasa kasih sayang berperanan penting dalam menentukan sikap dan tingkah laku kejiwaan seseorang. Kurangnya rasa kasih sayang pada diri seseorang terutama pada anak-anak akan menyebabkan tembok pemisah antara mereka dengan orang tua nya. Usaha untuk memperoleh kasih sayang itu mungkin akan mengakibatkan mereka mengeluh, mengadu, dan menjilat, sebagai usaha untuk memperoleh kasih sayang. 2. Kebutuhansosial Kebutuhan sosial manusia bukan disebabkan pengaruh yang datang dari luar sebagai stimulus seperti layaknya pada binatang akan tetapi, kebutuhan soaial pada manusia berbentuk nilai. Contohnya seperti pujian dan kritikan, kekuasaan dan mengalah, pergaulan, dan perhatian. 3. KebutuhanTerhadap Agama Keterkaitan manusia dengan Agama menurut Will Durant “manusia memiliki seratus jiwa, segala sesuatu bila telah dibunuh, pada kali pertama itupun sudah mati untuk selama-lamanya, kecuali agama. Ia akan muncul lagi dan kembali hidup setelah mati. Bahwa agama itu merupakan sifat manusia yang tidak dapat dipisahkan dari manusia itu sendiri Ramayulis, 2007 38-46. Agama memainkan peran penting dalam kehidupan manusia. Secara teoritis tujuan agama adalah sebagai salah satu upaya untuk mendapatkan kebahagian dan kesejahteraan hidup lahir dan batin. Agama merupakan salah satu jalan untuk senantiasa dekat dengan sang penciptanya. Agama juga merupakan upaya untuk mencapai keteraturan hidup. Agama melahirkan banyak manfaat dan kegunaan dalam kehidupan. Dan manusia membutuhkan kehadiran agama untuk mencapai tujuan tersebut. Beberapa alasan mengapa manusia membutuhkan agama dalam kehidupannya Agama tidak hanya menjadi pedoman dan arahan bagi manusia, agama juga telah menjadi cita-cita dan semangat bagi Fitrah manusia. Fitrah ada 2 yaitu Batusangkar International Conference I, 15-16 October 2016 450 a. Fitrah ilahiah, yaitu tugas dan kewajiban manusia untuk beribadah dan menyembah terhadap tuhannya. b. Fitrah insaniah, yaitu manusia harus menyadari bahwa dirinya adalah manusia yang lemah, insan yang kecil, tak memiliki daya dan upaya selain dari pemberian penciptanya Hasanah 53. Agama memainkan peran penting dalam kehidupan manusia. Secara teoritis tujuan agama adalah sebagai salah satu upaya untuk mendapatkan kebahagian dan kesejahteraan hidup lahir dan batin. Agama merupakan salah satu jalan untuk senantiasa dekat dengan sang penciptanya. Agama juga merupakan upaya untuk mencapai keteraturan hidup. Agama melahirkan banyak manfaat dan kegunaan dalam kehidupan. Dan manusia membutuhkan kehadiran agama untuk mencapai tujuan tersebut. Beberapa alasan mengapa manusia membutuhkan agama dalam kehidupannya B. Pembahasan 1. Doktrin Agama Doktrin adalah ajaran tentang asas-asas suatu aliran politik, keagamaan, pendirian segolongan ahli ilmu pengetahuan, keagamaan, pendirian segolongan ahli ilmu pengetahuan Magdalena Pranata Santoso, 2009. Istilah Doktrin berkaitan dengan suatu kebenaran dan ajaran. Keduanya tidak dapat dipisahkan sebab menegaskan tentang kebenaran melalui ajaran, sedangkan yang diajarkan biasanya dengan kebenaran. Dengan demikian, doktrin berisi tentang ajaran kebenaran yang sudah tentu memiliki “balutan” filosofis Rosihon Anwar, 2009 13. Doktrin banyak ditemukan dalam banyak agama seperti Kristen dan Islam, di mana doktrin dianggap sebagai prinsip utama yang harus dijunjung oleh semua umat agama tersebut. Dalam konteks doktrin, agama selalu menjadi akidah, yakni sebagai suatu kepercayaan kepada Tuhan, suatu ikatan, kesadaran, dan penyembahan secara spiritual kepada-Nya. Sebagai suatu akidah, agama memiliki prinsip-prinsip kebenaran yang dituangkan dalam bentuk doktrin. “Agama” diucapkan oleh orang Barat dengan relegios bahasa latin, Relegion bahasa Inggris, Prancis, jerman dan relegie bahsa Belanda. Istilah ini bukannya tidak mengandung arti yang dalam melainkan mempunyai latarbelakang pengertian yang Integration and Interconnection of Sciences “The Reflection of Islam Kaffah” 451 lebih mendalam daripada pengertian “agama” yang telah disebutkan di atas. Relegie relegion menurut pujangga Kristen, Saint Augustinus, berasal dari “re daneligare” yang berarti “memilih kembali” dari jalan sesat kejalan Tuhan. Agama adalah pengakuan terhadap adanya hubungan manusia dengan kekuatan gaib yang harus dipatuhi. Selain kata “Agama” kita juga mengenal kata “din” yang dalam bahasa semit berarti undang-undang atau hukum, dalam bahasa Arab, kata ini berarti menguasai, menundukan, patuh, utang, balasan. Agama memang membawa peraturan-peraturan yang merupakan hukum, yang harus dipatuhi orang. Agama selanjutnya memang menguasai diri seseorang dan membuat ia tunduk dan patuh kepada Tuhan dengan menjalankan ajaran-ajaran agamanya. Agama lebih lanjut lagi membwa kewajiban-kewajiban yang kalau tidak dijalankan oleh seseorang akan menjadi utang baginya Rosihon Anwar, Dkk, 2011 99. Diantaranya yang harus di yakni 1. Iman kepada Allah Kalimat lailaha illa Allah atau sering disebut kalimat thayyibah adalah suatu pernyataan pengakuan terhadap keberadaan Allah yang Maha Esa, tiada tuhan selain Dia Allah. Ia merupakan bagian lafadz dari syahadatain yang harus diucapkan ketika akan masuk dan memeluk Agama Islam, yang merupakan refleksi dari tauhid Allah yang menjadi inti ajaran Islam. 2. Kemustahilan menemukan Zat Allah Akal pikiran yang merupakan ciri keistimewaan manusia, sekaligus sebagai pembeda antara manusia dan makhluk lainnya. Manusia dapat mencapai taraf kehidupan yang mulia melalui akal fikirannya, sebaliknya, manusiapun dapat terpuruk ke kehidupan yang hina melalui Akalnya. Akal sekalipun digunakan dengan sungguh-sungguh, keberadaannya tetap dalam ruang lingkup yang terbatas. Artinya ada sejumlah persoalan yang tidak dapat diselesaikan oleh akal. Salah satu persoalan yang tidak bisa diselesaikan oleh akal ialah zat Allah. 3. Argumen keberadaan Allah Pengakuan terhadap keberadaan Allah berarti menolak keberadaan tuhan-tuhan lainnya yang dianut oleh para pengikut agama lain. Ada tiga teori yang menerangkan asal kejadian alam semesta yang mendukung keberadaaan tuhan. Pertama, paham Batusangkar International Conference I, 15-16 October 2016 452 yang menyatakan bahwa alam semesta ini ada dari yang tidak ada, ia terjadi dengan sendirinya. Kedua, paham yang menyatakan bahwa alam semesta ini berasal dari sel yang merupakan inti. Ketiga, paham yang mengatakan bahwa alam semesta itu ada yang menciptakan. 4. Iman kepada Malaikat, Kitab, dan Rasul Allah a. Malaikat Allah Malaikat atau terkadang di sebut al-mala’ al-a’la kelompok tertinggi, merupakan makhluk tuhan yang diciptakan dari nur cahaya, seperti diterangkan dalam hadis riwayat Imam Muslim yang menjelaskan bahwa Allah SWT menciptakan malaikat dari cahaya, jin dari nyala api, dan Adam dari tanah. Penciptaan malaikat lebih dulu dari pada penciptaan Manusia. Ketika Allah Swt berkehendak menciptakan manusia sebagai khalifah di bumi, Tuhan memberitahukan rencana-Nya itu kepada malaikat sehingga terjadi diolog antaraTuhan dan malaikat. Malaikat termasuk makhluk ruhani yang termasuk gaib. Mereka bukan kelompok yang makhluk yang berwujud jasmaniah yang dapat diraba, dilihat, dicium, dan dirasakan karena mereka berada dialam yang berbeda dengan alam manusia. Mereka disucikan dari syahwat kebinatangan al-nafs al-hayawaniah, yang terhindar dari keiginan hawa nafsu yang bersifat materil. Mereka selalu tunduk dan patuh kepada Allah Swt dan tidak pernah ingkar kepada-Nya. Dengan demikian, mereka menghabiskan waktu siang dan malamnya untuk beribadah kepada Allah adalah makhluk langit yang mengabdi kepada Allah dengan bermacam-macam tugas yang diembannya, jumlahnya sangatlah banyak, namun yang harus kita imani hanyalah 10 nama malaikat beserta tugas-tugasnya. Tugas malaikat itu ada yang dikerjakan di alam ruh dan ada pula yang dikerjakan di alam dunia. Tugas malaikat di alam ruh ialah menyucikan atau bertasbih serta taat dan patuh sepenuhnya kepada Allah Swt, memikul ’asry, memberi salam kepada ahli surga, dan menyiksa para ahli neraka. Adapun tugas malaikat di alam dunia adalah menurunkan wahyu yang diemban oleh malaikat jibril. Ia disebut juga ruh al-amin, atau ruh al-qudus, Adapun tugas malaikatmalaikat lainnya adalah sebagai berikut malaikat mikail mengatur perjalanan Integration and Interconnection of Sciences “The Reflection of Islam Kaffah” 453 binatang-binatang, menentukan musim seperti musim hujan dan panas serta menurunkan rezeki, Malaikat jibril bertugas mencabut nyawa, Malaikat Israfil bertugs meniup sangkakala atau nafiri ketika terjadi kiamat besar, dan malaikatmalaikat lainnya. b. Kitab-kitab Allah Ayat-ayat Allah Swt yang merupakan ajaran-ajaran dan tuntunan itu dapat dibedakan menjadi dua pertama, ayat-ayat yang tertulis didalam kitab-kitabnya, dan kedua, ayat-ayat yang tidak tertulis yaitu alam semesta. Ayat-ayat yang tertulis terformulasikan dalam empat kitab Al-Qur’an, Injil, Turat, dan Zabur, yang masing-masing diturunkan kepada Nabi Muhammad Saw, Nabi Isa Nabi Musa dan Nabi Dawud keempat kitab itu disebut kitab-kitab langit alkutub al-samawiyah. c. Rasul-rasul Allah Doktrin Islam mengajarkan agar setiap muslim beriman kepadaRasul yang diutus oleh Allah tanpa membedakan antara satu dengan yang lainnya. Secara bahasa rasul inggris; messenger, apostle adalah orang yang diutus. Artinya ia di utus untuk menyampaikan berita rahasia, tanda-tanda yang akan datang, dan misi atau risalah. Secara terminologi, Rasul berarti orang yang diutus oleh Allah Swt untuk menyampaikan wahyu kepada umatnya. Di antara tugas yang diemban oleh para Rasul adalah  Mengajarkan Tauhid dengan segala sifat-sifatnya  Mengajak manusia agar hanya menyembah dan meminta pertolongan kepada Allah Swt  Mengajarkan kepada manusia agar memiliki moral dan akhlak yang mulia  Mengajarkan kepada manusia norma-norma kehidupan agar selamat di dunia dan di akhirat  Mengajak manusia agar bersemangat dalam bekerja dan berusaha serta menjauhkan sifat-sifat malas sehinga terjadi keseimbangan antara kehidupan dunia dan di akhirat  Mengajak manusia agar tidak mengikuti hawa nafsu  Menyampaikan berita-berita yang bersifat gaib, seperti malaikat, surga dan neraka, alam kubur dan alam akhirat Atang, 2006 109-122. 2. Fungsi Agama dalam Kehidupan Agama sebagai sistem sumber nilai, merupakan petunjuk, pedoman dan pendorong bagi manusia untuk memecahkan berbagai masalah hidupnya seperti dalam Batusangkar International Conference I, 15-16 October 2016 454 ilmu agama, politik, ekonomi, sosial, budaya, dan militer, sehingga terbentuk pola motivasi, tujuan hidup dan perilaku manusia yang menuju kepada keridhaan Allah akhlak. Abu Ahmadi , 2008 3 1. Agama Dalam KehidupanIndividu a. Agama sebagai sumber nilai dalam menjaga kesusilaan. Dalam ajaran agama terdapat nilai-nilai bagi kehidupan manusia. Nilai-nilai inilah yang dijadikan sebagai acuan dan sekaligus sebagai petunjuk bagi manusia. Sebagai petunjuk agama menjadi kerangka acuan dalam berfikir, bersikaf dan berprilaku agar sejalan dengan keyakinan yang dianutnya. b. Agama sebagaisaranauntukmengatasiprustasi Manusia mempunyai kebutuhan dalam kehidupan ini, mulai dari kebutuhan fisik seperti, makanan, pakaian, isterhat, seksual sampai kebutuhan psikis, seperti keamanan, ketentraman, persahabatan, penghargaan dan kasih sayang. Maka ia akan terdoronguntuk memuaskan kebutuhan dan keiginannya itu. Menurut Sarwito Wirawan Sarwono, apabila kebutuhannya itu tidak terpenuhi, terjadi ketidakseimbangan, yakni antara kebutuhan dan pemenuhan, maka akan menumbuhkan kekecewaan yang tidak menyenangkan, kondisi atau keadaan inilah yang disebut prustasi. c. Agama sebagaisaranauntukmengatasiketakutan Ketakutan yang dimaksud dalam kaitannya dengan agama sebagai sarana untuk mengatasinya, adalah, ketakutan yang tidak ada obyeknya. Ketakutan tanpa obyek itu membingungkan manusia daripada ketakutan yang mempunyai obyek. Minsalnya dalam bentuk gejala malu, rasa bersalah, takut kecelakaan, rasa bingung dan takut mati. d. Agama sebagaisaranauntukmemuaskankeigintahuan Agama mampu member jawaban atas kesukaran intelektual kongnitif, sejauh kesukaran itu diresapi oleh keinginan eksistensial dan psikologis, yaitu oleh keiginan dan kebutuhan manusia akan orientasi dala kehidupan, agar dapat menempatkan diri secara berarti dan bermakna di tengah-tengah alam semesta ini. Tanpa agama manusia tidak mampu menjawab pertanyaan yang sangat mendasar dalam kehidupannya, yaitu darimana manusia datang, apa tujuan manusia hidup, Integration and Interconnection of Sciences “The Reflection of Islam Kaffah” 455 dan mengapa manusia ada, dan kemana manusia kembali setelah mati. Ramayulis, 2007 228-230 2. Fungsi agama dalamkehidupan masyarakat Masalah Agama tidak akan mungkin dipisahkan dari kehidupan Masyarakat, karena agama itu sendiri ternyata diperlukan dalam kehidupan masyarakat. Dalam perakteknya fungsi agama dalam masyarakat antara lain a. Berfungsi Edukatif Para penganut agama berpendapat bahwa ajaran agama yang mereka anut memberikan ajaran-ajaran yang harus di patuhi. Ajaran agama secara yuridis berfungsi secara menyuruh dan melarang. Kedua unsur suruhan danlarangan ini mempunyai latar belakang mengarahkan bimbingan agar pribadi penganutnya menjadi baik dan terbiasa dengan yang baik menurut ajaran agama masingmasing. b. Berfungsi Penyelamat Dimanapun manusia berada mereka selalu mengiginkan dirinya selamat. Keselamatan yang meliputi bidang yang luas adalah keselamatan yang diajarkan oleh agama. Keselamatan yang diberikan oleh agama kepada penganutnya adalah keselamatan yang meliputi dua alam yaitu, dunia dan akherat. c. Berfungsi sebagai Pendamaian Melalui agama seseorang yang bersalah atau berdosa dapat mencapai kedamaian batin melalui tuntunan agama. Rasa berdosa dan rasa bersalah akan segera menjadi hilang dari batinya apa bila seseorang pelanggar telah menebus dosanya melalui tobat, pensucian, penebusan dosa. d. Berfungsi sebagai Sosial control Para penganut agama sesuai dengan ajaran agama yang dipeluknya terikat batin kepada tuntunan ajaran tersebut, baik secara pribadi maupun secara kelompok. e. Berfungsi sebagai pemupuk rasa solidaritas Para penganut agama yang sama secara psikologis akan merasa memiliki kesamaan dalam satu kesatuan, iman dan kepercayaan. f. Berfungsi Transformatif Ajaran agama dapat mengubah kepribadian seseorang atau kelompok menjadi kehidupan baru sesuai dengan ajaran agama yang dianutnya. Batusangkar International Conference I, 15-16 October 2016 456 g. Berfungsi Kreatif Ajaran agama mendorong dan mengajak para penganutnya untuk bekerja produktif\bukan saja untuk kepentingan diri sendiri, tetapi juga untuk kepentingan orang lain. h. Berfungsi sublimatif Ajaran agama mengkuduskan segala usaha manusia, bukan saja yang bersifat agama ukrawi, melainkan juga yang bersifat duniawi. Segala usaha manusia selama tidak bertentangan dengan norma-norma agama, bila dilakukan atas niat yang tulus, karena dan untuk Allah merupakan ibadah Jalaluddin, 2008 299301. 3. Fungsi agama dalam kehidupan Agama mempunyai peraturan yang mutlak berlaku bagi segenap manusia dan bangsa, dalam semua tempat dan waktu, yang dibuat oleh sang pencipta alam semesta sehingga peraturan yang dibuatNya betul-betul adil. Secara terperinci agama memiliki peranan yang bisa dilihat dari aspek keagamaan religius, kejiwaan psikologis, kemasyarakatan sosiologis, hakkekat kemanusiaan human nature, asal usulnya antropologis dan moral ethics. Namun apabila agama dipahami sebatas apa yang tertulis dalam teks kitab suci, maka yang muncul adalah pandangan keagamaan yang literalis, yang menolak sikap kritis terhadap teks dan interpretasinya serta menegaskan perkembangan historis dan sosiologis. Sebaliknya, jika bahasa agama dipahami bukan sekedar sebagai explanative and descriptive language, tetapi juga syarat dengan performatif dan expresif language, maka agama akan disikapi secara dinamis dan kontekstual sesuai dengan persoalan dan kenyataan yang ada dalam kehidupan manusia yang terus berkembang. Setiap agama memiliki watak transformatif, berusaha menanamkan nilai baru dan mengganti nilainilai agama lama yang bertentangan dengan ajaran agama. Aspek religius, agama menyadarkan manusia, siapa penciptanya. Faktor keimananjuga mempengaruhi karena iman adalah dasar agama. Secara antropologis, agama memberitahukan kepada manusia tentang siapa, darimana, dan mau kemana manusia. Dari segi sosiologis, agama berusaha mengubah berbagai bentuk kegelapan, kebodohan, kemiskinan dan keterbelakangan. Agama juga menghubungkan masalah Integration and Interconnection of Sciences “The Reflection of Islam Kaffah” 457 ritual ibadah dengan masalah sosial. Secara psikologis, agama bisa menenteramkan, menenangkan, dan membahagiakan kehidupan jiwa seseorang. Dan secara moral, agama menunjukkan tata nilai dan norma yang baik dan buruk, dan mendorong manusia berperilaku baik akhlaq mahmudah. Fungsi agama juga sebagai pencapai tujuan luhur manusia di dunia ini, yaitu citacita manusia untuk mendapatkan kesejahteraan lahir dan batin. Dalam Al-Quran surat Thoha ayat 117-119 disebutkan ”Maka kami berkata “Hai Adam, Sesungguhnya Ini iblis adalah musuh bagimu dan bagi istrimu, Maka sekali-kali janganlah sampai ia mengeluarkan kamu berdua dari surga, yang menyebabkan kamu menjadi celaka. Sesungguhnya kamu tidak akan kelaparan di dalamnya dan tidak akan telanjang. Dan Sesungguhnya kamu tidak akan merasa dahaga dan tidak pula akan ditimpa panas matahari di dalamnya”. Pada ranah yang lebih umum fungsi agama dalam kehidupan masyarakat adalah sebagai penguat solidaritas masyarakat. Seperti yang diungkapkan Emile Durkheim sebagai sosiolog besar, bahwa sarana-sarana keagamaan adalah lambang-lambang masyarakat, kesakralan bersumber pada kekuatan yang dinyatakan berlaku oleh masyarakat secara keseluruhan bagi setiap anggotanya, dan fungsinya adalah mempertahankan dan memperkuat rasa solidaritas dan kewajiban sosial. Dari segi pragmatisme, seseorang menganut suatu agama adalah disebabkan oleh fungsinya. Bagi kebanyakan orang, agama itu berfungsi untuk menjaga kebahagiaan hidup. Tetapi dari segi sains sosial, fungsi agama mempunyai dimensi yang lain seperti apa yang diuraikan di bawah ini a. Memberi pandangan dunia kepada satu-satu budaya manusia. Agama dikatakan memberi pandangan dunia kepada manusia karena ia senantiasa memberi penerangan kepada dunia secara keseluruhan, dan juga kedudukan manusia di dalam dunia. Penerangan dalam masalah ini sebenarnya sulit dicapai melalui indra manusia, melainkan sedikit penerangan daripada falsafah. Contohnya, agama Islam menerangkan kepada umatnya bahwa dunia adalah ciptaan Allah dan setiap manusia harus menaati Allah. Batusangkar International Conference I, 15-16 October 2016 458 b. Menjawab berbagai pertanyaan yang tidak mampu dijawab oleh manusia. Sebagian pertanyaan yang senantiasa ditanya oleh manusia merupakan pertanyaan yang tidak terjawab oleh akal manusia sendiri. Contohnya pertanyaan kehidupan setelah mati, tujuan hidup, soal nasib dan sebagainya. Bagi kebanyakan manusia, pertanyaanpertanyaan ini sangat menarik dan perlumenjawabnya. Maka, agama itulah fungsinya untuk menjawab persoalan-persoalan ini. c. Memainkan fungsi peranan sosial. Agama merupakan satu faktor dalam pembentukan kelompok adalah karena sistem agama menimbulkan keseragaman bukan saja kepercayaan yang sama, melainkan tingkah laku, pandangan dunia dan nilai yang sama. d. Memberi rasa kekitaan kepada sesuatu kelompok manusia. Kebanyakan agama di dunia ini menyarankan kepada kebaikan. Dalam ajaran agama sendiri sebenarnya telah menggariskan kode etika yang wajib dilakukan oleh penganutnya. Maka ini dikatakan agama memainkan fungsi peranan sosial. e. Rasa ingin tahu manusia Manusia lahir tanpa mengetahui sesuatu ketika itu yang diketahuinya hanya ”saya tidak tahu”. Tapi kemudian dengan pancaindra, akal, dan jiwanya sedikit demi sedikit pengetahuannya bertambah, dengan coba-coba trial and error, pengamatan, pemikiran yang logis dan pengalamannya ia menemukan pengetahuan. Namun demikian keterbatasan panca indra dan akal menjadikan sebagian banyak tanda tanya yang muncul dalam benaknya tidak dapat terjawab. Hal ini dapat mengganggu perasaan dan jiwanya dan semakin mendesak pertanyaan-pertanyaan tersebut semakin gelisah ia apabila tidak terjawab. Hal inilah yang disebut dengan rasa ingin tahu manusia. Manusia membutuhkan informasi yang akan menjadi syarat kebahagiaan dirinya. 4. Inklusivitas Beragama Berbicara tentang agama memerlukan suatu sikap ekstra hati-hati. Sebab, sekalipun agama merupakan persoalan sosial, tetapi penghayatannya amat bersifat individual. apa yang dipahami dan dihayati sebagai agama oleh seseorang amat banyak bergantung pada keseluruhan latar belakang dari kepribadian dan memunculkan sikap Integration and Interconnection of Sciences “The Reflection of Islam Kaffah” 459 yang menuntut adanya pembenaran langsung. Para pemimpin Islam sering menyatakan bahwa Islam adalah agama toleran, yang menghormati dan menghargai agama-agama lain. Begitu juga pemimpin agama lain turut menyatakan hal yang sama bahwa agama mereka juga mempunyai sikap toleran yang tinggi. Namun, dalam realiti kehidupan menunjukkan betapa konflik umat manusia sama, ada konflik etnik, konflik dan politiksosial-ekonomi sering terjadi atas nama agama. Semua orang memang telah mengetahui bahwa terdapat kepekaan yang sangat tajam pada masalah-masalah yang berhubungan dengan agama. Hal ini disebabkan bahwa setiap agama sudah tentu mengklaim kemutlakan. Artinya bahwa setiap agama tentu mengaku dirinya adalah yang paling benar, dengan konsekuensi bahwa yang lain adalah salah. Logika awam pun mengatakan bahwa jika terdapat dua hal yang berbeda kemudian harus di nilai benar salahnya, sudah pasti bahwa tidak mungkin kedua-duanya benar. Karena itu klaim kemutlakan untuk masing-masing agama menjadi diperbesar oleh adanya perbedaanperbedaan antar agama, jika terdapat dua hal yang berbeda kemudian harus dinilai benar salahnya, sudah pasti bahwa tidak mungkin kedua-duanya benar. Karena itu, klaim kemutlakan untuk masing-masing agama menjadi diperbesar oleh adanya perbedaanperbedaan antar agama. Masalah inklusifitas dalam Islam merupakan kelanjutan dari pemikiran atau gagasan neo-modernisme kepada wilayah yang lebih spesifik setelah pluralisme, tepatnya pada bidang teologi, Nurcholish Madjid, 1993. Tanpa menyisakan ruang toleransi untuk berempati, apalagi simpati, bagaimana orang lain memandang agamanya sendiri. Seperti sudah taken for granted kita sering kali menilai bahkan menghakimi agama orang lain dengan memakai standar teologi agama kita sendiri. sebaliknya, orang lain menilai bahkan menghakimi kita, dengan memakai standar teolog agamanya sendiri. Jelas ini suatu mission imposible untuk bisa saling bertemu, apalagi sekedar toleran. hasilnya justru perbandingan terbaliknya, masing-masing agama malah menyodorkan proposal klaim kebenaran claim of truth dan klaim keselamatan yang hanya ada dan berada pada agamanya sendiri-sendiri, sementara pada agama lain Batusangkar International Conference I, 15-16 October 2016 460 disalahkan menyimpang bahkan menyesatkan Nurcholish Madjid, 1987 70. Kerukunan umat beragama merupakan akibat wajar dari pada sistem keimanannya. Sikap Inklusif yakni sikap keagamaan yang membedakan antara kehadiran dan aktifitas Tuhan dalam ajaran agama-agama lain, Sikap dan pandangan kelompok yang disebut dengan Islam Inklusif ini didasarkan pada ayat 64 yang berbicara tentang “titik temu” kalimatun sawa agama-agama yang berbunyi “katakanlah, Hai para ahli kitab, marilah kita berpegang pada suatu kalimah yang adil antara kita dan kamu, yaitu janganlah kita menyembah kecuali hanya kepada Allah tanpa menyekutukan sesuatu kepada-Nya, dan janganlah kita mempertuhankan sesama kita selain daripada Allah. Jika mereka itu tetap menolak, maka nyatakanlah kepada mereka, saksikanlah bahwa kami semua adalah orang-orang Islam” Dan Surah al-Maidah ayat 48 yang menjelaskan adanya syir’ah jalan menuju kebenaran dan minhaj cara atau metode perjalanan menuju kebenaran. Yang berbunyi “Dan telah kami turunkan kitab Qur’an kepadamu dengan membawa kebenaran, yang membenarkan kitab-kitab suci terdahulu, sebagai pengawas atas kitab-kitab itu. Maka berilah hukum kepada mereka para ahli kitab menurut hukum yang telah diturunkan oleh Allah kepadamu. Jangan kau turutkan kemauan mereka yang menyeleweng daripada kebenaran yang ada padamu tiap-tiap umat telah kami adakan peraturan dengan caranya sendiri. Kalau Allah mau, maka ia jadikan kamu satu umat, tetapi dia mau menguji kamu tentang apa yang telah diberikan-Nya. Karena itu berlomba-lombalah dalam amal kebajikan. Kepada Allah lah kamu sekalian akan kembali. Nanti akan Allah terangkan kepadamu apa yang kamu telah perselisihkan itu” Sebagai umat Islam maupun umat Kristian dan umat beragama yang lain, semuanya telah mewarisi teologi eksklusif. mereka menganggap bahwa hanya ada satu jalan keselamatan yaitu agama mereka sendiri. Oleh kerana itu, diperlukan satu perspektif baru untuk melihat "Apa yang difikirkan oleh suatu agama, mengenai agama lain dibandingkan dengan agama sendiri" Perspektif itu akan menentukan apakah seorang yang beragama itu menganut satu faham keberagamaan yang eksklusif. Karena itu program teologi inklusif yang telah membawa banyak kesadaran umat Islam akan kesatuan pesan agama yang dibungkus dalam berbagai wadah agama-agama. Maka secara epistimologis, Selama ini teologi inklusif hanya besifat inklusifitas untuk umat Islam saja, tapi tidak bagi agama lain justru karena idiom Islam dipakai sebagai konsep Integration and Interconnection of Sciences “The Reflection of Islam Kaffah” 461 titik temu, padahal Islam adalah nama dari suatu organized religion. Budhy, 1994 116. Namun, pandangan Nurcholish yang teologis kerapkali dianggap mempertanyakan agama itu sendiri Menurut Franz, sikap inklusif sangat penting untuk menampung pluralitas bangsa. Pemikiran inklusif bertentangan dengan pemikiran yang ekslusif, yang menganggap kafir seseorang yang berada diluar keyakinan yang dimilikinya Sedangkan sikap Ekslusifitas, Sikap keagamaan yang tertutup dan memandang bahwa keselamatan hanya ada pada agama dan teologinya. Sikap masing-masing agama yang menganggap memiliki kebenaran secara mutlak pada level keindonesiaan, cendekiawan yang tergolong pluralis mengindikasikan betapa banyaknya konflik antar umat beragama disebabkan karena sikap eksklusif para pemeluknya terhadap ajaran agama mereka. cenderung menjadi pemberhalaan konsep agama itu sendiri, sehingga lupa pada esensi agama yaitu sikap tunduk pasrah pada kebenaran yang akan mengakibatkan sikap menutup diri terhadap kebenaran agama lain dan berimplikasi serius atas terjadinya konflik atas nama agama dan Tuhan. Akhirnya dalam semangat inklusif inilah kita menghargai perbedaan. Perbedaan agama harus dikenal dan diolah lebih lanjut kerana perbedaan itu secara potensinya bernilai dan penting bagi setiap umat yang beragama dalam memperkayakan imannya. Ajaran pemahaman tidak perlu diartikan semua agama sama dalam bentuknya yang nyata sehari-hari akan tetapi ajaran kemajemukan keagamaan itu melandaskan pengertian dasar bahwa semua agama diberi kebebasan untuk hidup, dengan resiko yang akan ditanggung oleh para pengikut agama itu masing-masing, “baik secara pribadi maupun secara kelompok”. Sikap keagamaan yang memandang bahwa keselamatan ada pada semua agama. Pengembangan sikap keagamaan ini melihat semua agama yang ada di dunia ini prinsipnya sama. Semua agama, dengan ekspresi teologi keimanan dan ibadahnya yang beragam, prinsipnya sama. Tidak ada bedanya antara Yahudi, Kristen, Islam dan agama lain semisal Budhisme, Shintoisme, Konfucuisme. Semuanya mengajarkan keselamatan dan akan selamat. Sedangkan setiap agama memiliki Batusangkar International Conference I, 15-16 October 2016 462 kebenaran. Keyakinan tentang yang benar itu didasarkan pada Tuhan sebagai satusatunya sumber kebenaran. klaim kebenaran berubah menjadi simbol agama yang dipahami secara subjektif, personal, oleh setiap pemeluk agama. Memang sulit melepaskan frame subjektivitas ketika keyakinan pribadi berhadapan dengan keyakinan lain yang berbeda, meskipun ada yang berpendapat bahwa kerangka subjektif adalah cermin eksistensi yang alamiah. Kita tidak harus memaksakan inklusivisme ”gaya kita” pada orang lain, yang menurut kita eksklusif. Sebab bila hal ini terjadi, pemahaman kita pun sebenarnya masih terkungkung pada jerat-jerat eksklusivisme, tetapi dengan menggunakan nama inklusivisme. Keyakinan seseorang tidak dapat diklaim benar atau salah tanpa mengetahui dan memahami terlebih dahulu latar belakang pembentukannya, seperti lingkungan sosial budaya, referensi atau informasi yang diterima dan tingkat hubungan komunikasi Dadang, 2000 171-172. Keyakinan bahwa agama sendiri yang paling benar karena berasal dari Tuhan sedangkan agama lain hanyalah konstruksi manusia, merupakan contoh dari penggunaan standar ganda. Dalam sejarah, standar ganda ini biasanya dipakai untuk menghakimi agama lain dalam derajat keabsahan teologis dibawah agamanya sendiri. Melalui standar ganda inilah terjadi perang dan klaim-klaim kebenaran dari suatu agama atas agama lain. Demi terciptanya hubungan eksternal agama-agama, perlu dilakukan dialog antar agama. Sedangkan untuk internal agama, diperlukan reinterpretasi pesanpesan agama yang lebih menyentuh kemanusiaan yang universal. C. Penutup Manusia sebagai makhluk hidup dan mempunyai kebutuhan dalam hidupnya, baik itu kebutuhan jasmani ataupun kebutuhan rohaniah. Dan Manusia sangat memerlukan agama sebagai pegangan hidup dan untuk menyadarkan manusia agar mengenal dirinya siapa dia, darimana dia dan mau kemana dia. Agama ialah ajaranajaran yang beraneka ragam sebagaimana yang ada sekarang. Agama Islam agama yang selalu mendorong manusia untuk mempergunakan akalnya memahami ayat-ayat kauniyah Sunnatullah yang terbentang di alam semesta dan ayat-ayat qur’aniyah yang Integration and Interconnection of Sciences “The Reflection of Islam Kaffah” 463 terdapat dalam Al-Quran, menyeimbangkan antara dunia dan akhirat. Dengan ilmu kehidupan manusia akan bermutu, dengan agama kehidupan manusia akan lebih bermakna, dengan ilmu dan agama kehidupan manusia akan sempurna dan bahagia. Adapun doktrin/kepercayaan dalam Agama yaitu Iman kepada Allah Swt, mustahil menemukan zat Allah, Argumen keberadaan Allah, percaya kepada Malaikat, Kitab, dan Rasul-Nya. agama itu berfungsi untuk menjaga kebahagiaan hidup. Memberi pandangan dunia kepada berbagai pertanyaan yang tidak mampu dijawab oleh fungsi peranan sosial. Kerukunan umat beragama merupakan akibat wajar dari pada sistem keimanannya. Sikap Inklusif yakni sikap keagamaan yang membedakan antara kehadiran dan aktifitas Tuhan dalam ajaran agama-agama lain, Sikap dan pandangan kelompok yang disebut dengan Islam Inklusifitas. DAFTAR KEPUSTAKAAN Atang, Hakim, Jaih Mubarok, Metodologi Studi Islam, 2006, Cetke-VIII Remaja Rosdakarya, Bandung. Abu Ahmadi, Noor Salimi, Dasar-dasar Pendidikan Agama Islam, 2008, Cet Ke-5, BumiAksara, Jakarta. Budhy Munawar Rachman, Dialog Kritik dan Identitas Agama, Yogyakarta Pustaka Pelajar, 1994 Dadang Kahmad, Sosiologi Agama, Bandung Remaja Rosdakarya, 2000 Maskoeri Jasin, Ilmu Alamiah Dasar, 2015 Cet ke-21, Raja Grafindo Persada, Jakarta. Hasanah Studi Jalaluddin, Psikologi Agama, 2008, Raja Grafindi Persada, Jakarta. Magdalena Pranata Santoso, Filsafat Agama, Yogyakarta Graha Ilmu, 2009 Nurcholish Madjid, Islam kerakyatan dan keindonesiaan Bandung Mizan, 19931994, NurcholishMadjid, Islam kemoderenandanKeindonesiaan, Jakarta Mizan, 1987. Ramayulis, Psikologi Agama, 2007, Cet ke-VIII KalamMulia, Jakarta. Rosihon Anwar, dkk. PengantarStudi Islam, PustakaSetia, Bandung, 2009 hal 13 Rosihon Anwar, Dkk, PengantarStudi Islam, 2011, Cetke-II Pustakasetia, Bandung Batusangkar International Conference I, 15-16 October 2016 464 Ramayulis, Psikologi Agama, 2007, Cetke-VIII Kalam Mulia, Jakarta. - Pandangan Teologis Cak Nur, Cegah Kebuntuan Agama Zakiyah Daradjat, dkk, Metodik Khusus Pengajaran Agama Islam, Jakarat Bumi Aksara. Integration and Interconnection of Sciences “The Reflection of Islam Kaffah”
Keberagaman Inklusivitas, dan Teologi Kontekstual. Seiring dengan meluasnya kekristenan ke berbagai penjuru dunia pada abad ke-19, mulai muncul kesadaran bahwa keberagaman—yang berakar dari perbedaan—merupakan suatu keniscayaan yang tidak dapat disangkal. Mengutip Titaley (2013), perbedaan itu tidak dapat ditentukan oleh kehendak
ArticlePDF Available AbstractThe paper is aimed to know the religion as the need inhuman life, religion as the basic of human need, and religion isfunctioning as the need for human. People need religion as guidance tolive in the world. Religion can be interpreted as a guide of life. Islam isreligion and it has a holly book called Al Qur‟an. It leads people howto live in the world properly. It also leads people how to do good seedsor to avoid bad seeds. Discover the world's research25+ million members160+ million publication billion citationsJoin for freeContent may be subject to copyright. Vol. XI, No. 1, Januari – Juni 2014 ISSN 1693-9867 Al-A’raf Jurnal Pemikiran Islam dan Filsafat Diterbitkan oleh Jurusan Tafsi Hadis dan Akidah Filsafat IAIN Surakarta Penanggung Jawab Abdul Matin Bin Salman Dekan Fakultas Ushuluddin dan Dakwah Pemimpin Redaksi Nurisman Sekretaris Redaksi Tsalis Muttaqin Dewan Redaksi Islah Gusmian Ari Hikmawati Tsalis Muttaqin Waryunah Irmawati Siti Nurlaili Muhadiyatiningsih Kasmuri Syamsul Bakri Redaktur Ahli Mark Woodward Arizona State University, Tempe, USA Mahmoud Ayoub Hatford Theological Seminary, Connecticut, USA Florian Pohl Emory University, Georgia, USA Nashruddin Baidan STAIN Surakarta Damarjati Supadjar Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta Tata Usaha Heny Sayekti Puji Lestari Gunawan Bagdiono Alamat Redaksi Sekretariat Fakultas Ushuludin dan Dakwah IAIN Surakarta Jl. Pandawa, Pucangan, Kartasura, Sukoharjo 0271 781516 Email Redaksi menerima tulisan ilmiah dari kalangan manapun tanpa mesti sejalan dengan pandangan redaksi. Redaksi berhak menyunting, dan menyempurna-kan naskah tulisan yang diterima tanpa mengubah substansinya. Adapun isi tulisan sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Naskah tulisan berkisar sekitar 15-20 halaman kwarto dengan spasi ganda dalam bentuk disket dan print out-nya. Naskah disertai abstrak dalam bahasa asing Arab atau Inggris. AGAMA DAN MANUSIA Wardoyo, Drs. M. M Fakultas Ushuluddin dan Dakwah, IAIN SURAKARTA Abstract The paper is aimed to know the religion as the need in human life, religion as the basic of human need, and religion is functioning as the need for human. People need religion as guidance to live in the world. Religion can be interpreted as a guide of life. Islam is religion and it has a holly book called Al Qur‟an. It leads people how to live in the world properly. It also leads people how to do good seeds or to avoid bad seeds. Keyword Religion, people A. PENDAHULUAN Dewasa ini kebutuhan mausia beragam. Macam-macam kebutuhan ada kebutuhan primer, sekunder, dan tersier. Kebutuhan primer adalah suatu kebutuhan yang harus dipenuhi sekarang juga dan harus ada tidak boleh diabaikan. Dengan demikian juga termasuk kedalam agama sebagai kebutuhan mutlak yang harus ada dalam kehidupan manusia adalah agama sebagai kebutuhan primer adalah kebutuhan yang harus ada, jadi tidak bisa tidak ada, merupakan kebutuhan yang tidak bisa ditinggalkan sehingga kebutuhan itu harus dipenuhi, maka selalu melekat dalam kehidupan manusia. B. METODE PENELITIAN Penulisan ini menggunakan metode deskriptif dengan menggunakan kualitatif yang bertujuan untuk membahas bahwa agama sebagai dasar dan fungsi kebutuhan mutlak manusia. C. PEMBAHASAN 1. Agama sebagai Kebutuhan Mutlak dalam Kehidupan Manusia Di dalam perilaku manusia dalam masyarakat tentu ada dua penilaian, manusia itu merupakan makluk yang ingin berbuat baik, tetapi karena pengaruh lingkungan maka manusia itu akan berbuat sesuai dengan pengaruh lingkungan, walaupun unsur yang ada dalam 82 Al-A’raf Vol. XI, No. 1, Januari – Juni 2014 dirinya sendiri untuk berbuat baik tidak dapat ditinggalkan, sehingga perilaku manusia merupakan perpaduan antara pengaruh dari dalam yaitu pengaruh hati nurani dan pengaruh dari luar yaitu alam lingkungan itu sendiri. Maka keputusan akan manusia perpaduan antara tuntutan agama dengan pengaruh dari lingkungan. Baik buruk manusia dalam perilaku agama dapat juga dipakai sebagai sarana yang tidak bisa ditinggalkan dalam mencapai kehidupan diri sendiri maupun kehidupan manusia atau golongan. Sebab perbuatan baik dalam agama dapat menunjang kehidupan manusia dalam kehidupan baik berkeluarga, bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Maka aturan tentang baik buruk agama, manusia dan masyarakat merupakan kebutuhan yang dapat menunjang untuk mencapai kehidupan manusia yang lebih baik. 1. Aspek-Aspek Agama dalam Kehidupan Manusia Bahwa hakekat agama adalah kemampuan dalam diri manusia untuk membedakan mana yang baik dan mana yang hal di atas kita dapat memperoleh gambaran bahwa manusia dapat menentukan dirinya dalam tindakannya itu apakah ia akan berbuat baik atau akan berbuat buruk, apakah perbuatan baik yang dilakukan itu sesuai dengan kehendak Tuhan ataukah bertentangan dengan Tuhan. Maka agama agama seseorang berperasaan di dalam menentukan baik buruknya tindakan yang dilakukan, maka perlulah di dalam kehidupan manusia mempunyai segi pandangan agama agama, sehingga keseluruhan dari jumlah penduduk yang ada dalam suatu wilayah atau Negara benar-benar menyadari akan perlunya mempunyai pengalaman akan norma agama yang berlaku di dalam masyarakat, sedangkan dalam pelaksanaannya dapat sesuai dengan hati nurani manusia. Dengan demikian kesadaran manusia keseluruhan dari jumlah penduduk benar-benar tumbuh dengan subur agar dapat menentukan perbuatan yang sesuai dengan kehendak agama, apakah perbuatan yang baik atau perbuatan yang buruk. Dengan demikian akan terlihat hakekat agama dari keseluruhan jumlah penduduk yang bertempat tinggal dalam satu wilayah atau Negara tertentu sehingga dapat menunjang cita-cita dari keseluruhan jumlah penduduk tersebut. Kehidupan yang baik merupakan cita-cita dari jumlah penduduk itu begitu diperlukan, sehingga seandainya agama dari keseluruhan jumlah penduduk itu selalu menentukan perbuatan yang buruk, maka hal itu tidak dapat menunjang untuk kehidupan orang banyak. Koentjaraningrat, Pengantar Antroologi, yogyakata 1962, Hlm. 385 Wardoyo, Agama dan Manusia 83 Manusia dalam tindakan sehari-hari dapat dijadikan sebagai cermin daripada akal yang bersendi dalam agama masing-masing. Walaupun manusia di dalam melakukan tindakan mempunyai kesadaran agama yang begitu tinggi tergantung dari kebiasaan seseorang atau adat kebiasaannya. Karena itu dapat kita kemukakan bahwa “Sebelum mengadakan tindakan kata agama sudah memutuskan satu diantara empat hal yaitu memerintah melarang, menganjurkan, dan membiarkan. Sesudah melakukan tindakan, kata agama menjatuhkan sanksi, bila beragama memberikan penghargaan, dan bila tidak beragama memberi hukuman. Atas penilaian tersebut di dalam hal-hal yang baik menjelma dalam bentuk senang, bahagia, dan bangga. Sedang dalam hal tidak baik menjelma dalam bentuk sedih tau menyesal”.Berdasarkan hal itu kita mendapatkan gambaran bahwa manusia dalam melakukan agama sudah merupakan keputusan dari kata hati, karena sebelumnya kata hati sudah memutuskan dengan pertimbangan empat hal yaitu memerintah, melarang, menganjurkan, dan membiarkan, sehingga dengan empat hal itulah manusia dapat menentukan tindakan apakah tindakan itu baik sesuai agama ataukah tindakan itu buruk tidak sesuai agama dan apakah tindakan itu agamais atau tidak agamais. Oleh sebab itu, kata hati yang agamais juga memberikan penilaiannya. Akan tetapi, hal itu hanya akan dirasakan oleh seseorang yang melakukan tindakan itu karena tindakan yang tidak diberikan penghargaan namun dicela, akan tetapi tindakan yang beragama tentu diberikan penghargaan, sedangkan kedua hal itu akan menjelma dalam bentuk-bentuk tertentu, misalnya dalam tindakan yang tidak beragama penjelmaannya dalam bentuk sedih, menyesal dan lainnya sebagainya, sedangkan tindakan yang beragama akan menjelma dalam rasa bangga dan senang. Dengan demikian dapat kita ketahui dalam penjelmaan merupakan bagian dari salah satu unsur dari kehidupan manusia yaitu rasa senang, bangga dan penyesalan, rasa sedih hal itu bertentangan dengan unsur-unsur dalam kehidupan manusia yang beragama. Maka di dalam menunjang kehidupan beragama memerlukan perbuatan yang beragama, karena perbuatan yang beragama merupakan keputusan dari hati nurani, sehingga akan dapat menentramkan situasi dan kondisi dalam masyarakat tertentu yang mana kesadaran agama selalu berhubungan Tuhan dengan keadaan kejiwaan manusia, karena itu akan selalu mendekati kebaikan dan berbuat yang benar, bertindak yang adil. Oleh karena itu, seseorang yang beragama dalam mengambil Ibid. 128 84 Al-A’raf Vol. XI, No. 1, Januari – Juni 2014 keputusan untuk bertindak akan selalu mendekati kebaikan dan kebenaran, serta keadilan. Dengan demikian dapat kita melihat bagaimana fungsi agama dalam kehidupan manusia, apakah dalam hal kebenaran dan kebaikan serta keadilan merupakan suatu hal yang tidak dapat ditinggalkan dan apakah memang menjadi salah satu bagian untuk mencapai kehidupan yang layak yang di dunia dan di akhirat. Masalah kebaikan, kebenaran, dan keadilan akan selalu mendekat pada unsur kejiwaan manusia. Unsur-unsur kejiwaan itu merupakan bagian dari salah satu unsur pokok dalam pemenuhan kebutuhan yang bersifat rohaniah. Maka unsur kejiwaan dapat menentukan tentang mampu dan tidaknya di dalam memenuhi rohaninya sendiri dalam mana kepuasaannya itu juga tergantung daripada unsur kejiwaan, sehingga unsur kejiwaan manusia itulah yang dapat menentukan apakah dapat memenuhi kebutuhan rohaninya itu secara layak sesuai dengan harkat kemanusiaannya. Dengan demikian dapatkah kita kemukakan bahwa “Perbuatan yang beragama yang harus terlihat padanya secara mutlak dan esensial sifanya. Manusia yang serba baik dan serba bisa itu masih harus mempertahankan norma agama, dan manusia hanya akan tidak baik sebagai manusia bilamana manusia itu tidak mematuhi norma agama. Oleh sebab itu, norma agama mutlak dipertahankan bahkan agama itu sebagai miliknya yang dipakai sebagai kelengkapan hidup”.Berdasarkan hal itu dapatlah kita mendapat gambaran bahwa agama merupakan teman hidup yang tidak dapat dipisahkan, bilamana manusia dapat memisahkan dari kehidupan, manusia itu dalam dirinya sendiri sudah tidak dapat mempertahankan nilai-nilai kemanusiaanya. Dalam kehidupan sehari-hari masalah agama tidak dapat lepas dengan sendirinya norma agama selalu mengikuti perkembangan kehidupan manusia baik dalam kehidupan secara individu maupun dalam kehidupan sosialnya, maka barulah manusia di dalam pergaulannya mempunyai kehendak untuk mempertahankan nilai-nilai agamanya, sehingga nilai agama itu benar-benar dapat meresap dalam hati sanubarinya masing-masing, dan di dalam pergaulan betul-betul menyadari akan perlunya adanya kesadaran terhadap agama baik secara pribadi berdiri sendiri maupun secara kelompok. Dengan demikian baik secara pribadi maupun kelompok akan tumbuh kesadaran agamanya, sehingga mempunyai anggapan bahwa kesadaran agama tidak lain adalah di dalam diri manusia baik secara pribadi maupun Achmad Sutrisno Hudoyo, Etika Filsafat Praktis, Yogyakarta, 1980, Hlm. 14. Wardoyo, Agama dan Manusia 85 kelompok merasa wajib untuk nelakukan tindakan yang beragama, sehingga tindakan itu dapat sesuai hati nurani dari masing-masing pribadi maupun kelompok. Maka perasaan wajib akan selalu berkembang sesuai kejiwaan dari manusia sebagai pribadi maupun sebagai kelompok. Oleh sebab itu, perasaan wajib dapat dipakai sebagai unsur dari kesadaran agama. Sehingga dapatlah kita kemukakan bahwa “Norma agama melekatkan wajib di pundak manusia tanpa syarat mutlak; misalnya ada sesuatu perintah jangan engkau membunuh, hal itu bukan dimaksud sebagai imperaktif bersyarat melainkan sesuatu hal yang memang sudah mutlak tidak bersyarat”.Berdasarkan hal itu bahwa norma agama berlakunya dengan syarat apapun sehingga manusia tanpa terkecuali dapat dikenai oleh norma agama yang mana norma agama timbul sejak manusia lahir, karena norma agama itu merupakan keputusan dari hati sanubari manusia yang akan dipakai untuk mempertahakan harkat kemanusiaannya. Sehingga norma agama itu secara individu maupun secara kelompok tanpa mempunyai syarat yang harus dipenuhi oleh setiap manusia. Dengan demikian norma agama itu akan mempunyai ruang lingkup yang dalam kenyataanya tidak mempunyai batas dan selalu berada di atas perilaku kehidupan manusia. Dapat juga dinamakan suatu norma yang mempunyai sifat tetap tidak berubah dalam kenyataannya. Dengan demikian norma agama itu selalu berkaitan dengan perilaku kehidupan manusia. Sebab tidak dapat dipisahkan dan selalu dalam waktu yang selalu bersamaan. Maka dapatlah kita kemukakan bahwa “Norma agama mempunyai kenyataan atau realitas yang termasuk aktif, objektif, bahkan transenden. Ia mendalam suatu realitas dalam arti ideal. Pengertian realitas mengandalkan kaitan-kaitan bersama. Mereka tidak dalam keadaan terlepas satu sama lain melainkan bertalian satu sama lain”.Dengan demikian dapatlah kita ketahui bahwa norma agama berada di atas setiap perilaku kehidupan manusia. Dalam kehidupan manusia itu selalu berhubungan dengan segala aspek-aspeknya di dalam aspek itu akan dapat mencapai suatu mencapai suatu tujuan bersama yang selalu didambakan dalam kehidupannya baik secara pribadi maupun secara kelompok. Dengan demikian norma agama akan selalu mengikuti segala gerak-gerik perkembangan kehidupan manusia mempunyai kewajiban mengatur dan memerintahkan agar melalui De Vos H. Pengantar Etika, Diterjemahkan oleh Moortono, Hal. 42. Ibid. Hlm. 45. 86 Al-A’raf Vol. XI, No. 1, Januari – Juni 2014 jalan yang baik sehingga akan dapat mencapai arah yang ingin dituju daripada kehidupannya itu. Oleh sebab itu, norma agama dapat memberikan arah dan pandangan kepada setiap manusia, karena manusialah yang ingin mencapai kehidupan itu sendiri memerlukan arah yang baik pada hal yang dapat menentukan dan memberikan arah, sehingga dapat terwujudnya kehidupan, baik kehidupan yang bersifat individu maupun keseluruhan dari individu yang bertempat tinggal dalam satu wilayah Negara. 2. Implikasi Agama dalam Kehidupan Manusia Agamaitas dapat disebutkan sebagai agama bagi tingkah laku manusia, yaitu untuk menentukan apakah suatu perbuatan itu baik atau buruk, oleh sebab itu dapatlah diketahui bahwa tindakan yang bertentangan dengan norma adalah tindakan yang tidak beragama, sedang tindakan yang tidak bertentangan dengan norma itu adalah tindakan yang beragama. Dengan dekimian norma agama dapatlah diperuntukkan kepada semua masyarakat di dalam masyarakat itu dapatlah dilihat dari tindakannya, jika di dalam masyarakat yang anggota masyarakatnya tidak selalu mentaati norma agama atau selalu bertentangan dengan norma agama, maka akan dapat membawa masyarakat itu norma agama dapat bersifat empiris. Sehingga dalam hubungannya dengan kehidupan manusia dapatlah dikatakan bahwa manusia terdiri dari beberapa masyarakat yang mempunyai arah dan pandangan sama. Dengan demikian kehidupan manusia memerlukan suatu norma yang dapat mengatur perilaku manusia dalam masyarakat yang mana angota dari masyarakat itu saling dapat tercapai cita-citanya. Dalam mencapai cita-cita itu diperlukan manusia yang betul-betul dapat menggunakan agamanya baik secara pribadi maupun bersama-sama dalam kelompoknya. Dengan demikian dalam kehidupan manusia itu betul-betul manusia mengerti akan penggunaan norma agama agar dapat menyadari bahwa untuk mencapai kehidupan itu diperlukan unsur agama itu dapat membedakan tindakan yang baik dan buruk berdasarkan norma yang berlaku dalam masyarakat masing-masing. Norma agama yang berlaku dalam masing-masing masyarakat itu kadang dapat bersifat tetap dan kadang-kadang bersifat tidak tetap tergantung daripada penggunaanya, serta harus disesuaikan dengan situasi dan kondisi dalam masyarakat itu. Dengan demikian akan terciptalah masyarakat beragama dalam arti norma agama itu betul-betul dihayati dan dilaksanakan berdasarkan keputusan hati nurani dari anggota masyarakat itu, karena hati nurani dapat memberikan Wardoyo, Agama dan Manusia 87 petunjuk-petunjuk sebelum manusia melakukan tindakan dan juga dapat memberikan keputusan tentang baik buruknya tindakan itu serta kadang-kadang memberikan hukuman baik itu bersifat non pribadi atau sekelompok orang. Oleh sebab itu, dapatlah kita kemukakan bahwa “Kata hati sebagai indek petunjuk iuduk hakim dan vindek penghukum. Sebagai induk karena kata hati dapat memberikan petunjuk tentang baik buruk suatu tindakan yang mungkin akan dilakukan seseorang. Indek karena sesudah tindakan dilakukan kata hati lalu menentukan baik buruknya tindakan. Kata hati sekaligus sebagai vindek penghukum karena jika ternyata tindakan itu buruk maka dinyatakan dengan tegas dan berulangkali buruklah itu”.Dengan gambaran di atas dapatlah kita ketahui bahwa begitu pentingnya peranan kata hati, disatu pihak dapat memberikan hukuman. Atas dasar itulah peranan kata hati yang bersifat ganda alam selalu melekat dalam setiap manusia yang mana manusia itu bagian dari manusia. Sehingga untuk itulah kata hati dari manusia akan mempunyai peranan yang sama dengan kata hati dari manusia pribadi. Maka kata hati dari manusia itu dapat juga memberikan petunjuk di dalam manusia akan melakukan tindakan dan sesudah manusia akan melakukan maka memberikan keputusan tentang baik buruknya tindakan dari manusia itu serta akan memberikan hukuman jika tindakan dari manusia itu buruk dan akan memberikan penghargaan jika tindakan dari manusia itu baik. Jika peranan kata hati begitu maka kata hati itu juga dapat menentukan apakah manusia itu dapat memenuhi kebutuhannya, dalam hal ini kata hati memberikan petunjuk supaya dapat memenuhi kebutuhannya dengan layak sesuai dengan hakekat kemanusiaannya. Untuk memenuhi kebutuhan itu kata hati juga memberikan keputusan tentang jalan yang ingin dilakukan ataukah jalan yang sudah dilakukan untuk menentukan apakah jalan yang dilakukan itu melalui jalan yang baik atau yang buruk, dan kata hati juga memberikan penghargaan jika melalui jalan yang tidak baik maka kata hati memberikan penyesalan, dalam hal itu kata hati memberikan dalam bentuk rasa senang dan rasa bangga jika melalui jalan yang baik dan memberikan penghargaan dalam bentuk sedih, menyesal jika melalui jalan yang tidak baik. Dengan itulah manusia di dalam ingin mencapai kehidupan juga memerlukan norma yang berupa norma agama karena manusia agar mempunyai kesadaran agama yang tinggi sehingga dapat menentukan Ibid. Hlm. 38 88 Al-A’raf Vol. XI, No. 1, Januari – Juni 2014 dengan pasti untuk menentukan tindakannya. Dengan kesadaranyang terdapat dalam manusia itu maka kehidupan itu maka kehidupan tidak dapat lepas dari unsur agama seseorang. Karena kehidupan itu kepentingan manusia baik secara individu maupun sosial. Norma agama dapat mengatur manusia secara pribadi maupun secara kelompok dengan demikian manusia pun berada di bawah norma agama dengan sendirinya hati nurani dari manusia itu memerintahkan untuk berbuat yang sesuai dengan kehendak kata hati dengan berdasarkan kesadaran agama yang sesuai dengan kebiasaannya. Maka dapatlah kita kemukakan bahwa “Kadar agamaitas yang intingtif terwujud pula dalam perilaku yang intingtif. Sedangkan agamaitas yang berdasarkan adat kebiasaan terwujud pada perilaku yang senantiasa bercorak kemasyarakatan ke adat kebiasaan atau tradisional. Agamaitas yang berdasarkan atas kata hati atau hati nurani terwujud pada perilaku yang bercorak kenuranian”.Dengan dasar itu maka kadar agamaitas manusia yang bercorak kemasyarakatan akan berdasarkan pada adat kebiasaan atau tradisional. Oleh sebab itu, agamaitas manusia betul-betul akan kelihatan di dalam perilaku kehidupannya untuk menunjang kehidupan. Maka di dalam memenuhi kebutuhan manusia itu jika didasarkan pada intingtif akan terwujud kebutuhan itu bersifat intingtif akan terwujud pula di dalam perilaku untuk memenuhi kebutuhan itu bersifat intingtif. Sedang jika manusia dalam memenuhi kebutuhan bercorak kenuranian, maka kadar agamaitas akan didasarkan pada kata hati atau hati nurani. Maka di sini dapatlah kita golongkan menjadi tiga hal mengenai kadar agamaitas antara lain a. Kadar agamaitas yang berdasarkan intingtif; b. Kadar agamaitas yang berdasarkan adat kebiasaan; dan c. Kadar agamaitas yang berdasarkan hati nurani. Manusia di dalam setiap perilaku kehidupannya untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari tentulah didasarkan pada ketiga hal di atas baik yang bersifat individu maupun yang bersifat sosial di dalam kehidupan itu tidak dapat lepas dengan masalah kepuasaan. Mengenai kepuasaan baik yang bersifat jasmani maupun ruhani, baik dalam bentuk individu maupun dalam bentuk sosial tidak akan dapat sama, sehingga dapat dikatakan bersifat realatif karena di dalam memenuhi kebutuhan itu didasarkan harkat kemanusiaan masing-masing. Dengan demikian masalah kehidupan juga bersifat relatif dari sifat relatif yang didasarkan Ibid. Hlm. 16. Wardoyo, Agama dan Manusia 89 pada masing-masing individu tapi mempunyai unsur yang sama yang tidak dapat ditinggalkan di dalam mencapai kehidupan itu yakni unsur alam, unsur manusia, dan unsur nilai. Ketiga unsur itu selalu melekat, sehingga merupakan hal yang tidak dapat ditinggalkan dan merupakan hal yang bersifat umum. Di samping unsur yang mendasari untuk mencapai kehidupan maka ada beberapa hal yang merintanginya, hal-hal merintangi itu kadang-kadang berasal dari luar dan ada yang berasal dari dalam. Oleh sebab itu, hal-hal yang merintangi harus dapat diatasi oleh manusia. Hal-hal yang merintangi itu dapatlah kita kemukakan bahwa a. Rintangan dari luar manusia, misalnya bahaya, paksaan, dan ancaman. b. Rintangan dari dalam diri sendiri yang dapat dibagi atas dasar jasmaniah dan dasar rohaniah/kejiwaan. Dengan demikian kita mendapat gambaran bahwa untuk mencapai kehidupan mendapat rintangan yang berasal dari luar manusia, berupa ancaman dan paksaan hal itu dapat menganggu keamanan sehingga ketentraman kurang terjamin pada hal ketentraman kurang terjamin pada hal ketentraman merupakan bagian dari kehidupan yang harus dicapai. Mengenai rintangan dari dalam diri manusia sendiri yang didasarkan unsur jasmaniah harus diatasi oleh manusia yaitu dengan mengatasi semua kebutuhan dan memenuhinya sesuai dengan harkat kemanusiaannya, misalnya mengenai perumahan, sandang, pangan, dan sebagainya. Mengenai rintangan yang didasarkan rohani/kejiwaan dapat diatasi dengan memenuhi kebutuhan yang bersifat kejiwaan sesuai dengan harkat kemanusiaan, misalnya kebutuhan sex. 3. Fungsi Agama dalam Kehidupan Manusia Norma agama dimaksudkan untuk membedakan tindakan seseorang apakah baik atau buruk. Dengan agama itulah dapat ditentukan tindakan yang beragama atau tidak beragama. Manusia sebagai makhluk sosial tidak bisa lepas dengan manusia yang lain dalam kehidupan sehari-harinya. Oleh sebab itu, di dalam perilaku kehidupannya selalu timbul penilaian baik dari diri sendiri maupun dari masyarakat tentang baik buruknya tindakan itu. Nilai tentang baik buruk itu ditentukan oleh diri sendiri maupun oleh masyarakat. Dengan demikian norma agama itu datang dari hati nurani masyarakat kadang-kadang yang ada yang sama. Walaupun Ibid. Hlm. 20 90 Al-A’raf Vol. XI, No. 1, Januari – Juni 2014 begitu secara filsafat ingin mencari unsur yang sama untuk setiap agama dari beberapa masyarakat, agar dapat memperoleh suatu patokan yang dapat dipergunakan sebagai kriteria yang bersifat umum. Dengan kriteria yang bersifat umum itulah maka norma agama mempunyai pekerjaan untuk memberikan penilaian kepada semua tindakan seseorang dalam masyarakat. Mengenai penilaian itu ada yang positif/negatif dan baik/buruk. Kehidupan manusia, dalam hubungannya dengan fungsi agama, maka mempunyai kewajiban merupakan penilaian terhadap tindakan seseorang untuk mencapai kehidupan. Tentu saja tindakan seseorang itu dapat memenuhi kebutuhan secara langsung sesuai dengan harkat kemanusiaan. Dengan demikian tentang nilai baik buruk dari tindakan itu ditentukan oleh norma agama, apakah seseorang dalam berkehendak atas tuntunan hati nurani untuk mencukupi kebutuhan itu telah melaui jalan yang baik atau melalui jalan yang tidak baik, atau jalan yang positif dan tidak positif. Hal itu akan ditentukan oleh norma-norma sehingga akan dapat ditentukan kadar agamaitas. Walaupun kadar agamaitas itu didasarkan dari beberapa hal yang selalu melekat pada manusia sendiri tetapi hal itu dapat dipakai sebagai titik tolak untuk dipakai ke arah yang lebih maju. Oleh sebab itu, dapatlah kita kemukakan bahwa “Secara positif norma agama dianggap sebagai norma yang dapat menentukan dalam menyatakan penilaian terhadap baik atau buruknya seseorang. Harus selalu dilaksanakan, walaupun barang kali tidak sesuai dengan peraturan-peraturan yang lebih faktual dan yang lebih tergantung dari situasi dan keadaan. Secara negatif norma tersebut dianggap tidak dapat dipaksakan pelaksanaannya”.Berdasarkan hal di atas kita dapat memperoleh gambaran bahwa norma agama dapat menentukan nilai dari tindakan seseorang walaupun dalam pelaksanaan tidak sesuai dengan peraturan yang secara nyata ada dan norma agama tidak dapat memaksakan dirinya untuk dilaksanakan akan tetapi didasarkan atas kesadaran dari masing-masing orang. Walaupun norma agama dapat diubah karena secara formal norma tersebut tertulis. Dalam hubungannya dengan kehidupan manusia norma agama kewajiban memberikan dan menentukan penilaiannya, maka setiap orang dapat diberikan penilaiannya di dalam tindakannya untuk Ibid. Hlm. 22 Wardoyo, Agama dan Manusia 91 mencapai kehidupan. Tentu saja nilai itu tergantung dari jalan yang dilalui untuk memenuhi kebutuhannya. Mungkin jalan yang dilakukan itu secara pribadi dapat dianggap baik, tapi berdasarkan masyarakat dapat dikatakan buruk. Karena individu sebagai anggota dari masyarakat dan jika didasarkan pada teori atomisme maka jika individu telah dianggap telah melalui jalan yang baik. Kalau didasarkan dari teori itu jika norma telah menggangap bahwa individu telah dianggap telah melalui jalan yang baik, maka keseluruhan masyarakat itu juga dianggap dalam mencapai kehidupan telah melalui jalan yang baik, tapi jika didasarkan pada teori totalitas maka jika keseluruhan dari anggota masyarakat telah dianggap melalui jalan yang baik maka masing-masing dari anggota tersebut juga telah dianggap melalui jalan yang baik. Kalau kita diterapkan teori totalitas tersebut dalam kehidupan maka masing-masing dari individu dapat dianggap dalam mencapai kehidupan telah melalui jalan yang baik. Tentu saja dalam memberikan penilaian itu memakai beberapa pertimbangan dan di dalam pertimbangan itu dibedakan menjadi berapa hal. Sehingga dapatlah kita kemukakan bahwa a. Pertimbangan terhadap kewajiban agama. Didalam etika normatif agama ini terdapat istilah mengenai suatu tindakan tertentu atau jenis tindakan yang secara agama dapat wajib/tidak wajib dan dapat betul atau salah serta harus/tidak harus. b. Pertimbangan terhadap nilai agama. Dalam etika normatif ini terdapat istilah yang selalu bersangkutan pada pribadi-pribadi, dorongan-dorongan, maksud-maksud, ciri-ciri untuk watak yang dapat bernilai atau tidak mempunyai nilai dalam arti agama tentang baik buruk, jahat-tidak jahat, mengagumkan, suci, bertanggungjawab, kesemuanya dalam arti agama. c. Pertimbangan terhadap nilai yang non agama. Apa saja yang dapat dinilai termasuk dalam kategori ini, misalnya bagus, sehat, kuat, pendiam, berguna, jarak, dan hal ini diatas dapatlah kita mendapat gambaran bahwa memberikan penilaian terhadap suatu tindakan dapatlah mengingat beberapa hal yaitu; keajaiban agama, nilai agama, nilai yang non agama. Dalam kaitannya kehidupan manusia, hal ini untuk memberikan penilaiaan tertentu saja harus mengingat apakah tindakan dari manusia untuk mencapai kehidupan itu termasuk kewajiban Foankena William K., Ethich, New Jersey, Prentico Hll. Inc.,1973, Hlm. 9. 92 Al-A’raf Vol. XI, No. 1, Januari – Juni 2014 agama atau tidak maka dapat kita melihat dengan didasarkan pada ciri-ciri bahwa suatu tindakan itu dapat dikatakan wajib atau tidak wajib, betul/salah dan harus/tidak harus. Maka kalau menentukan tindakan seseorang dalam usahanya untuk memenuhi kebutuhan dalam kehidupan sehari-hari agar dapat mencapai kehidupan. Misalnya si A harus mengembalikan uang pinjaman kepada si B, ini merupakan suatu tindakan yang dapat digolongkan dalam pertimbangan kewajiban agama. Dalam pertimbangan yang lain untuk menentukan penilainya itu atas dasar di atas yakni pertimbagan tentang nilai agama , maka dalam hubungannya dengan ketentraman manusia, apakah dalam tindakan manusia untuk mencapai kehidupan itu telah melalui jalan yang dapat digolongkan nilai agama atau tidak. Oleh sebab itu, maka dapatlah kita melihat ciri-cirinya yakni baik/buruk, jahat/tidak jahat. Tanggugjawab yang semuanya termasuk dalam arti agama. Dengan demikian tindakan seseorang untuk mencapai kehidupan itu apakah telah dapat digolongkan dalam kategori nilai agama. Misalnya dalam masalah keamanan, hal itu untuk mencapai kehidupan, maka ada perintah janganlah engkau mencuri uang itu, maka perintah itu merupakan kalimat perintah yang mempunyai nilai agama. Dalam pertimbangan yang ketiga ini mengenai nilai non agama berkaitan dengan kehidupan manusia maka apakah seseorang dalam tindakannya untuk mencapai kehidupan dapat digolongkan dalam kategori nilai yang non agama. Untuk menentukan hal itu harus kita lihat ciri-ciri dalam tindakan yang tidak beragama yaitu sehat, kuat, dan cantik. Dalam kaitannya dengan kehidupan manusia, tindakan manusia itu dapat dikategorikan dalam nilai yang non agama. Misalnya si A badannya begitu sehat, sehingga dapat menyelesaikan pekerjaannya. Kalimat itu ada kata sehat, sehat itu merupakan unsur juga dalam mencapai kehidupan, tetapi kata yang terdapat dalam kalimat itu dapat dikategorikan dalam nilai yang non agama. Dengan demikian dapatlah kita uraikan secara singkat bahwa fungsi agama dalam kehidupan manusia yakni memberikan suatu penilaiaan apakah tindakan manusia dalam memenuhi kebutuhannya untuk mencapai kehidupan dapat diberikan penilaiaan baik-buruk, yang secara positif ditentukan dengan berdasarkan pertimbangan-pertimbangan yakni kewajiban agama, nilai agama, dan nilai non agama. Wardoyo, Agama dan Manusia 93 4. Agama sebagai dasar Kehidupan Manusia. Sebagaimana yang kita ketahui dasar berarti sesuatu yang dapat dipakai sebagai fundamen. Sesuatu yang dapat dipakai sebagai alas. Dengan demikian yang dimaksud dasar dalam kehidupan adalah sesuatu yang dapat dipakai sebagai fundamen atau alas dalam kehidupan masyarakat. Jika dalam hal ini kesesuaian sebagai dasar dalam kehidupan manusia yang dimaksud adalah agama itu dipandang, sebagai sesuatu yang dapat dipakai sebagai fundamen dalam kehidupan manusia. Oleh sebab itu, kesesuaian selalu melekat dalam kehidupan manusia baik dalam kehidupan yang bersifat pribadi maupun sebagai anggota dari pada rakyat. Dengan demikian tindakan atau perbuatan manusia selalu diikuti oleh norma-norma agama yang berlaku dalam masyarakat dimana manusia itu dalam perilaku kehidupan manusia baik sebagai individu maupun sebagai anggota dewan masyarakat. Oleh sebab itu, ada dua hal yang perlu kita ketahui yaitu a. Kebahagiaan sebagai tujuan akhir dari kehidupan manusia b. Pentingnya kesusilaan dalam kehidupan agama. 1. Kebahagiaan sebagai tujuan akhir dari kehidupan manusia. Kebahagiaan merupakan hal yang bersifat abstrak, tetapi hal yang bersifat abstrak, tetapi hal yan bersifat abstrak itu oleh manusia ingin diwujudkan kedalam dunia yang nyata. Walaupun dalam prosesnya memahami banyak rintangan-rintangan yang harus dihadapi dan harus diselesaikan. Namun manusia dalam kehidupan sehari-hari mempunyai sesuatu yang dapat juga disebut tujuan. Oleh sebab itu, tujuan tersebut pasti diarahkan demi kebaikan hidupnya. Karena agama dapat memberikan perintah terhadap perilaku manusia dalam kehidupannya tentang baik, maka dengan sendirinya jelas bahwa tingkah laku manusia adalah baik dan benar jika tingkah laku itu sependapat mungkin menyampaikan manusia ke arah kesempurnaan kebaikan. Setiap manusia dalam perilaku kehidupannya pasti mempunyai tujuan hidup, sehingga agama dalam hal ini melihat masalah kebaikan dalam lapangan merupakan tinjaun jarak pendek, karena langsung dapat dirasakan manusia setelah berhasil dalam bertindak. Sebagai contoh; keberhasilan seseorang dalam berdagang yaitu dapat memperoleh laba yang banyak, hal itu dapat langsung dirasakan oleh manusia di dunia. Sedangkan tujuan akhir mausia untuk kepentingan akhirat/sesudah di dunia ini merupakan tujuan jangka panjang tidak dapat langsung dirasakan oleh manusia di dunia ini. Sebagai contoh; dalam beribadah, manusia melakukan sembahyang, dalam melakukan sembahyang manusia itu mempunyai tujuan untuk mendapatkan 94 Al-A’raf Vol. XI, No. 1, Januari – Juni 2014 pahala dari Tuhan. Tetapi pahala tersebut tidak dapat langsung dirasakan oleh manuisa setelah bertindak, namun akan dirasakan dalam kehidupan di akhirat. Dalam kehidupan manusia tentu mempunyai tujuan akhir, karena tujun akhir dapat dipakai sebagai arah yang ditempatkan dipuncak dari suatu tindakan demi untuk kebaikan hidupnya. Kalau didasarkan pada etika agama sebagai ilmu pengetahuan yang bersifat umum dalam arti berlaku untuk semua manusia. Semua manusia dalam usahanya mempunyai tujuan akhir yang sama dan akan didasarkan pada suatu tingkah laku yang membuat baik bagi manusia. Dalam memberikan uraian mengenai tujuan akhir dari manusia kita sebut seorang filsuf ada jaman Yunani Kuno yaitu Aristoteles. Menurut Arisoteles dikatakan bahwa tujuan akhir atau yang tertinggi ialah kebahagiaan. Dengan demikian setiap aktifitas manusia, terarahkan kepada tujuan, misal seorang dokter mengarah kepada kesehatan. Dikatakan bahwa kabahagiaan dapat ditempuh dengan berbagai cara. Misalnya; orang kalau baru sakit mempunyai harapan buat sembuh sehingga ia mendapatkan kesehatan yang diharapkan. Orang tersebut menggangap kesehatan merupakan sehat. Ada juga jika orang dalam usahanya baru berhasil dengan baik dan lalu bisa jadi kaya, orang tersebut menyetarakan bahwa kekayaan merupakan kebahagiaan, untuk menjawab pertanyaan itu disini kita ambilkan pendapat dari Aristoreles bahwa Kebahagiaan harus disamakan dengan suatu aktifitas, bukan dengan potensialitas, karena aktifitas mempunyai potensi. Suatu makhluk mendapat suatu kesempurnaannya bukan karena potensi saja melainkan karena potensi sudah mencapai contoh atau uraian diatas kita mendapat gambaran bahwa aktifitas manusia untuk mencapai kebahagiaan hanya dapat dicapai oleh manusia saja jadi tidak dapat dicapai dalam makhluk yang lain. Dengan demikian kebahagiaan yang sempurna manusia itu terdapat pada manusia saja maka kesempurnaan manusia itu dapat terwujud dalam dunia kenyataan jika manusia itu dapat menggunakan serta malaksanakan aktifitasnya sesuai dengan keputusan akalnya. Jika manusia tidak dapat melaksanakan aktifitasnya itu sesuai dengan keputusan akal, maka manusia itu tidak dapat mecapai kebahagiaan yang sempurna, maka kebahagiaan hanya dapat dicapai oleh manuisa dengan jalan kebaikan dalam menjalankan aktifitasnya. Ibid. Hlm. 161 Wardoyo, Agama dan Manusia 95 Walaupun demikian aktifitasnya itu harus masih disesuaikan dengan situasi dan kondisinya masing-masing, sehingga kebahagiaan itu merupakan sesuatu yang bersifat stabil. Jika kebahagiaan itu terlekat pada manusia maka kebahagiaan adalah merupakan suatu keadaan manusia yang bersifat stabil. Maka kebahagiaan merupakan suatu keadaan yang bersifat tetap yang hanya dapat ditemukan pada makhluk yang berbudi, karena makhluk yang berbudi itulah mempunyai keinginan dan keinginan itu hanya dapat dipenuhi dalam makhluk yang berbudi. Manusia menurut sifat kodratnya merupakan makhluk individu dan sebagai makhluk sosial, oleh karena itu kebahagiaan manusia mendapat bersifat objektif dapat bersifat subjektif. Bagaimana yang dimaksud kebahagiaan subjektif dan kebahagiaan objektif? Maka dalam hal ini kita berikan penjelasan secara singkat. Setiap manusia dalam perilakunya kadang-kadang dirinya merasa tidak merasa puas terhadap situasi dan kondisi dialamnya, sehingga ia merasa gelisah, merasa keinginannya yang akan dicapai sudah dapat dirasakan, maka seseorang itu dikataan bahagia. Dapatlah kita ketahui bahwa setiap manusia ingin mencapai tujuan hidup yaitu kebahagiaan, maka dalam hal ini dapat kita kemukakan hal-hal berikut a. Manusia mempunyai keingianan akan bahagia sempurna. b. Keinginan ini ialah sifat bawaan yang berasal dari kodrat manusia sendiri. c. Keinginan semacam ini harus ditanamkan dalam hati sanubari manusia oleh Tuhan, pencipta-Nya segala makhluk, kalau tidak demikian mungkin diterangkan. d. Sifat bawaan sedemikian tapi dimaksudkan Tuhan untuk mencapai kesempurmaan yang sesuai dengan manusia. Bukan Tuhan sesungguhnya jujur, bijaksana, dan baik. Oleh sebab itu harus ada sesuatu, apapun juga yang dapat dicapai dan akan dapat dicapai dan akan dapat memenuhi keingianan akan kebahagiaan sempurna. e. Memenuhi keingian itu bersama-sama dengan mencapai tujuan akhir. Bukanlah kebahagiaan sempurna meliputi keseluruhan kebahagiaan sempurna meliputi keseluruhan, kepuasan lengkap segala keinginan? Sebab-sebab itu akan nada keinginan untuk sesuatu yang lain. Ibid. Hlm. 7. 96 Al-A’raf Vol. XI, No. 1, Januari – Juni 2014 Dengan gambaran diatas maka dapatlah dikatakan setiap manusia mempunyai keinginan akan kebahagiaan, tetapi keinginan itu merupakan bawaan kodratnya manusia yang ditemukan dalam hati sanubari oleh Tuhan sebagai penciptanya. Sifat bawaan demikian itu dimaksudkan supaya dapat mencapai kebahagiaan, sedang kebahagiaan sendiri sudah meliputi segala keinginan yang diharapkan, oleh sebab itu tidak ada kemungkianan lain untuk sesuatu itu. Maka kebahagiaan selalu berhubungan dengan kehidupan manusia yang bersifat perorangan/subjektif. Kalau kita melihat segala sesuatu secara hakiki maka akan dapatkan sesuatu, hal itu dalam pengertiannya yang bersifat umum, sehingga dapat berlaku oleh banyak orang. Tentu saja dalam hal ini mempunyai unsur-unsur kesamaan dalam mencapai kebahagiaan. Oleh kerena itu kebahagiaan itu dapat dikatakan kebahagiaan yang bersifat objektif. Bagaimana halnya yang disebut dengan kebahagiaan yang objektif. Untuk menjawab hak itu makan akan kita berikan secara singkat. Untuk jelasnya kita berikan contoh, baik yang bersifat subjektif maupun bersifat objektif sehingga akan Nampak jelas perbedaannya. Bila si A merasa dirinya bahagia. Kebahagiaan si A tidak dapat dirasakan oleh si B, tetapi jika si A tidak berhasil dalam mencapai golongan kesarjanaan, maka si A merasa sedih, kesedihan si A tidak dapat dirasakan oleh si B. demikian itu dinamakan kebahagiaan sujektif. Tetapi kalau si A berhasil memperbaiki jalan yang telah rusak, maka si A merasa kebahagian karena dapat lewat dengan lacar. Kebahagiaan si A dapat dirasakan oleh si B karena si B dapat juga lewat jalan tersebut dengan lancar. Tetapi kalau jalan itu dibiarkan rusak sehingga si A pada waktu melawati merasa sedih, kesediahan itu juga dirasakan oleh si B pada waktunya melewati jalan tersebut. Demikian itu dinamakan kebahagiaan objektif. Kebahagiaan subjektif dalam ruang lingkupnya lebih sempit dibanding dengan kebahagiaa objektif. Kabahagiaan subjektif hanya menyangkut individu tetapi kebahagiaan objektif menyangkut manusia sebagai individu dan sebagai kelompok. Untuk mencapaikan lebih lanjut tentang kebahagiaan objektif akan kita berikan dua aliran yang sekiranya dapat memberikan keterangan secara singkat. Hedonisme. Dalam aliran ini menganggap bahwa manusia menurut kodratnya selalu berusaha untuk memperoleh kesenangan. Dengan prinsip Wardoyo, Agama dan Manusia 97 kesenangan itu maka dianggap merupakan faktor terpenting dalam kehidupan manusia. Oleh sebab itu manusia menurut kodratnya selalu ingin menghindari penderitaan dan mengganggap kesenangan merupakan suatu yang bernilai. Dengan demikian maka dalam kehidupan sehari-hari maka menganggap bahwa kebahagiaan didasarkan pada kesenangan, sehinga hal ini kebahagiaan didasarkan kesenangan, sehingga dalam hal ini kepuasan jasmani merupakan hal yang intensif dan mendalam di banding dengan kepuasan rohani. Walaupun demikian para penganut aliran ini masih mempunyai pemikiran untuk mencari bagaimana yang seharusnya untuk dapat melihat saat-saat kepuasan yang banyaknya demi untuk kepentingan bersama. 5. Ultitarianisme Dalam aliran ini beraggapan bahwa kegunaan sebagai urusannya. Tetapi kegunaan disini tidak hanya bersifat egoistik saja tapi juga memandang kepentingan kelompok. Sehingga dalam hal ini kepuasan tidak hanya bersifat egoistik tetapi juga melihat kepentingan orang lain, oleh karena itu dalam aliran ini selalu berusaha untuk kepentingan umum. Dengan demikian seseorang harus menolong demi kebahagiaan tertinggi bagi sejumlah orang yang terbanyak, maka dalam hal ini sebagian ukuranya bersifat kualitatif. Karena manusia dalam kehidupannya sebagai individu dan sebagai makhluk sosial. Sedang manusia adalah jumlah dari semua warga negara yang ada dalam suatu negara tertentu kecuali orang asing. Maka manusia merupakan unsur pokok untuk berdirinya manusia, oleh karena itu kehidupan manusia yang mempunyai tujuan hidup yaitu untuk mencapai kebahagiaan, dengan sendiriya kebahagiaan itu juga merupakan tujuan akhir dari kehidupan manusia. Dalam hal ini hanya kita disebut dua aliran yang bersifat objektif yaitu aliran hedonism dan ultitarianisme karena dalam hedonism, kesenangan merupakan ukuran dari kehidupan manusia, dan kesenangan merupakan ukuran dari kehidupan manusia serta sebagai salah satu unsur dari kebahagiaan. Sedangkan ultitarianisme, kegunaan merupakan ukuran dari kehidupan manusia baik yang bersifat individu maupun unsur untuk hal yang bersifat objektif. Untuk itukah keduanya yang bersifat objektif. Pentingnya Agama dalam Kehidupan Manusia. Agama artinya kebaikan atau keburukan daripada tindakan manusia. Dalam agama itu dapat bersifat subjektif serta dapat bersifat objektif. Dikatakan bersifat subjektif jika memandang agama itu berhubungan dengan keadaan seseorang, sedang dikatakan bersifat objektif jika memandang 98 Al-A’raf Vol. XI, No. 1, Januari – Juni 2014 kesusilaan dalam agama itu tidak berhubungan dengan keadaan seseorang secara kelompok. Kalau kita lihat dari artinya masalah kepribadian dalam kehidupan baik secara individu maupu secara kelompok. Oleh sebab itu kesusilaan dalam agama selalu berkaitan dengan batiniah dan lahiriah manusia dalam keburukan selalu menyangkut masalah kepribadian dalam kehidupan sehari-hari baik secara individu maupun secara kelompok lain sebagai manusia yang ada atau bertempat tinggal dalam suatu negara kecuali orang asing. Dikatakan selalu berkaitan dengan batiniah kalau seseorang itu di dalam melakukan tindakan sehari-hari baik secara individu maupun sebagai unsur dari masyarakat atas keputusan hati nurani atau batiniahnya sendiri tanpa ada pengaruh dari luar atau dari paksaan dari luar. Dikatakan agama itu selalu berkaitan dengan lahiriah, jika secara individu maupun untuk kepentingan sosial, karena bukan berasal dari keputusan hati nurani atau batiniah, tetapi berasal dari luar atau pengaruh dari luar, sehingga dapat dikatakan kemampuan hati nurani yang mendapat pengaruh dari luar. Sedang pengaruh itu bisa berasal dari sesama manusia bisa juga berasal dari luar. Dikatakan selalu berkaitan dengan batiniah kalau seseorang itu di dalam melakukan tindakan sehari-hari baik secara individu maupun sebagai unsur dari masyarakat atas keputusan hati nurani atau batiniahnya sendiri tanpa ada pengaruh dari luar atau dari paksaan dari luar. Dikatakan agama itu selalu berkaitan dengan lahiriah, jika secara individu maupun untuk kepentingan sosial, karena bukan berasal dari keputusan hati nurani atau batiniah, tetapi berasal dari luar atau pengaruh dari luar, sehingga dapat dikatakan kemampuan hati nurani yang mendapat pengaruh dari luar. Sedang pengaruh itu bisa berasal dari sesama manusia bisa juga berasal dari luar. Dengan demikian kesusilan dalam agama tidak hanya selalu berhubungan manusia secara individu tetapi juga manusia sebagai bagian dari masyarakat dan karena manusia hidup berada dalam lingkungan dengan alam, sekaligus kesusilaan itu selalu berhubungan dengan alam. Jadi, dapat dikatakan agama selalu berhubungan dengan segenap realitas yang bersifat empiris. Sehingga dapatlah kita sebut bahwa”Norma agama itu transenden yaitu bahwa kesusilaan itu mengatasi tidak hanya menusia perseorangan saja, melainkan manusia sebagai manusia dan dunia manusia. Jadi segenap realitas empiris.” Ibid. Hlm. 43. Wardoyo, Agama dan Manusia 99 Dengan hal itu dapatlah kita memperoleh gambaran bahwa untuk menggunakan patokan agama atau kesusilaan dalam kehidupan manusia, maka dapat kita simpulkan beberapa hal yang dapat menentukan dalam perbuatan agama, yaitu perbuatan sendiri, alasan-alasan atau normatif dan keadaan-keadaan. Dalam hal ini kita berikan penjelasan secara singkat dalam kaitannya dengan kehidupan manusianya dalam kehidupan masyarakat. Untuk unsur perbuatan sendiri adalah tindakan seseorang yang didasarkan atas keputusan hati nurani atau atas kehendak sendiri, tetapi dilihat dari segi baik atau buruk perbuatan itu. Dalam kaitannya dengan kehidupan manusia dapat diambil intinya bahwa yang dikatakan perbuatan sendiri adalah tindakan daripada manusia dalam kehidupan sehari-hari yang didasarkan pada kepribadian manusia itu sendiri atau hati nurani manusia itu sendiri, yang dilihat dari segi baik buruknya. Oleh karena itu, dalam kehidupan manusia jika akan melakukan suatu tindakan yang baik tentu saja harus didasarkan pada hati nurani atau kepribadian manusia itu sendiri. Untuk unsur alasan-alasan atau normatif yang dimaksudkan adalah jika seseorang melakukan suatu tindakan harus didasarkan alasan/motif dari apa yang dikehendaki baik bersifat individu maupun bersifat sosial demi untuk kepentingan manusia. Tentu saja yang dikehendaki itu mempunyai dorongan, alasan/motif, sehingga dengan dorongan, alasan/motif itu akan dapat menimbulkan suatu nilai agama yang lebih baik. Sehingga dalam kaitannya dengan kehidupan manusia, maka manusia dapat mengambil inti yang penting dalam kehidupannya. Dalam hal ini yang dapat diambil adalah jika manusia dalam melakukan yang didasarkan atas kehendak dari manusia itu sendiri yang juga melihat dari manusia itu sendiri dari dalam hati nurani maupun dari luar hati nurani baik yang berasal dari semua sesama manusia maupun dari dalam kadang-kadang dapat menimbulkan nilai-nilai kesusilan agama yang lebih tinggi. Untuk unsur keadaan-keadaan yang dimaksud adalah tindakan menusia yang didasari sesuatu gejala-gejala tambahan yang selalu berhubungan dengan tindakan manusia itu. Misalnya dengan alat-alat apa tindakan itu dapat menambah dan kadang-kadang dapat mengurangi nilai-nilai yang penting dalam kehidupan manusia. Hal itu dapat jika manusia melakukan suatu tindakan yang didasarkan unsur-unsur di atas yaitu perbuatan sendiri dan motif/alasan masih dapat didasarkan lagi pada gejala-gejala tambahan sekitarnya dapat diterima oleh kepribadian nilai-nilai agama dalam tindakan manusia itu. 100 Al-A’raf Vol. XI, No. 1, Januari – Juni 2014 Kehidupan manusia tertentu saja tidak lepas dari perbuatan-perbuatan baik itu untuk kepentingan dari sendiri maupun untuk kepentingan manusia bersama, maka sebaikannya harus didasarkan pada ketiga unsur yakni hati nurani, alasan-alasan serta harus melihat situasi dan kondisi atau keadaannya. Dengan ketiga unsur itu sesuatu tindakan/perbuatan kadang-kadang dapat menambah nilai-nilai kesusilaan agama yang lebih tinggi, walaupun ada kemungkinan dapat mengurangi nilai kesusilaan agama ke taraf yang lebih rendah, tetapi hak itu kemungkinan kecil saja. BIBLIOGRAFI Van Peursen Terj. Dick Hartoko. Orientasi di Alam Filsafat Sebuah Pengantar dalam Permasalahan Filsafat. Jakarta 1985. David Troueblood. Terj. HM Rasjidi. Filsafat Agama. Jakarta Bulan Bintang. 1965. Emile Durkheim Terj Inyiak Ridwan Muzir. Sejarah Agama. Yogyakarta Ircisod. 2006. Hitti, Philip K. History of the Arab. London. The Macmillan Press ltd. 1974. Hm Arifin. Menguak Misteri Ajaran Agama-Agama Besar. Jakarta PT Golden Terayon Press. 1990. Hyman, Arthur. Philosophy in the Middle Ages. New work Haaper and Row. 1967. Poedjwijatna. Pembimbing Kearah Alam Filsafat PT Bina Aksara. 1986. Jurji, Erward J. History of Philosophical System. New work. The Phisopicaal Library tt. 1986. Koentjaraningrat, Pengantar Antroologi, yogyakata 1962 Manrer, Armand. 1990. A History of Philosophical System. New work Published tt. Sutrisno Hudoyo, Achmad, Etika Filsafat Praktis, Yogyakarta, 1980. Thopson, James Wesfal. An Introduction to Medieval Europe. New Work Norton & Coy. 1937. Vos H ,De. Pengantar Etika, Diterjemahkan oleh Moortono, William K., Foankena, Ethich, New Jersey, Prentico Hll. Inc.,1973 Zainal Abidin Ahmad. Negara Utama. Jakarta Jembatan. 1975. ResearchGate has not been able to resolve any citations for this di Alam Filsafat Sebuah Pengantar dalam Permasalahan FilsafatC A Van PeursenDick Van Peursen Terj. Dick Hartoko. Orientasi di Alam Filsafat Sebuah Pengantar dalam Permasalahan Filsafat. Jakarta of the Arab. London. The Macmillan Press ltdPhilip K HittiHitti, Philip K. History of the Arab. London. The Macmillan Press ltd. Misteri Ajaran Agama-Agama BesarHm ArifinHm Arifin. Menguak Misteri Ajaran Agama-Agama Besar. Jakarta PT Golden Terayon Press. Kearah Alam Filsafat PT Bina AksaraI R Poedjwijatna. Pembimbing Kearah Alam Filsafat PT Bina Aksara. of Philosophical System. New work. The Phisopicaal Library ttErward J JurjiJurji, Erward J. History of Philosophical System. New work. The Phisopicaal Library tt. History of Philosophical SystemArmand ManrerManrer, Armand. 1990. A History of Philosophical System. New work Published tt.

Argumentersebut didasari keyakinan akan tataran eksoterik dan esoterik semua agama adalah sama. Dan Itulah salah satu doktrin utama paham Pluralisme yang digagas oleh John Hick dan Frithjof Schuon. Kata “toleransi” perspektif Barat berbeda dengan prinsip toleransi dalam agama Islam. Toleransi dalam pandangan Barat harus diberlakukan dalam

ungkapagama adalah rumusan doktrin atau hukum dan tindakan ritual, sedangkan bentuk ungkap seni berupa karya-karya yang bersifat simbolik. Perlu dilakukannya kajian seni dan agama dalam esensinya pada dunia manusia, pemahaman masyarakat tentang seni dan agama lebih terbuka. Artinya mampu memberikan alternatif pemahaman kritis berkaitan dengan Agamamerupakan kebutuhan yang sangat menentukan dalam kehidupan pemeluknya, lebih dari kebutuhan yang lain (Nashir, 1999: 102). Sidi Gazalba dalam Abu Ahmadi (1990: 14) menambahkan, agama merupakan hubungan manusia dengan Yang Maha Kudus yang dinyatakan dalam bentuk yang kultus berdasar doktrin-doktrin tertentu. Singkatnya, agama
manusia dan kebutuhan doktrin agama
Jawaban(1 dari 2): Well Kita belah topik ini di mulai dari melihat atau menganalisa tujuan Tuhan dengan pandangan Manusia. Tujuan Tuhan dan pandangan manusia Tentu saja berbeda. JELAS berbeda ! Itulah yang melatar belakangi pertanyaan di atas. Sebenarnya setiap manusia memiliki ukuran IQ ya
Detailimage for Makalah Kebutuhan Manusia Terhadap Doktrin Agama Diajukan Unuk Memenuhi Dan Melengkapi Tugas Mandiri Dan Kelompok Mata Kuliah Metodology Study Islam Disusun Oleh Program Pasca Sarjana Universitas Muhammadiyah Metro Lampung 2016 Kata. You can save this image to your PC or other Gadget for free.
0Kap.
  • 5l65ad1osu.pages.dev/427
  • 5l65ad1osu.pages.dev/24
  • 5l65ad1osu.pages.dev/496
  • 5l65ad1osu.pages.dev/464
  • 5l65ad1osu.pages.dev/394
  • 5l65ad1osu.pages.dev/199
  • 5l65ad1osu.pages.dev/186
  • 5l65ad1osu.pages.dev/284
  • manusia dan kebutuhan doktrin agama